
SETELAH satu dekade mempersembahkan segalanya untuk Tottenham Hotspur, Son Heung-min resmi mengakhiri perjalanannya bersama klub London Utara itu. Pemain asal Korea Selatan itu pergi dengan status legenda, meninggalkan jejak 454 penampilan, 173 gol, dan satu trofi Eropa yang menutup penantian panjang klub selama 17 tahun.
“Saya tidak yakin akan ada ‘Sonny’ lain di Tottenham,” kata Kevin Wimmer, sahabat dekat sekaligus mantan rekan setim Son, kepada BBC Sport. “Bermain di klub sebesar Spurs selama 10 tahun di era modern adalah pencapaian luar biasa.”
Son bergabung dengan Tottenham pada 2015 dari Bayer Leverkusen dengan nilai transfer sekitar £22,5 juta, menjadikannya pemain Asia termahal di Liga Premier saat itu. Awalnya ia sempat kesulitan beradaptasi dan bahkan nyaris hengkang sebelum memutuskan bertahan dan memperjuangkan tempatnya.
Dan keputusannya itu berbuah manis. Son menjelma menjadi ikon klub, tidak hanya karena kecepatan dan insting mencetak golnya, tetapi juga karena kepribadiannya yang rendah hati dan menyenangkan di luar lapangan.
Heung-Min Son has announced his intention to leave the Club at a press conference alongside Thomas Frank in Seoul.
— Tottenham Hotspur (@SpursOfficial) August 2, 2025Dari Gol Indah hingga Momen Mengharukan
Salah satu momen paling ikonik Son adalah gol solo fantastis ke gawang Burnley pada 2019. Di mana, ia berlari dari tepi kotak penalti sendiri, melewati lima pemain lawan, dan mencetak gol. Aksi tersebut membawanya meraih FIFA Puskas Award untuk gol terbaik dunia tahun itu.
Di luar lapangan, Son dikenal sebagai pribadi dermawan dan perhatian. Dalam tur pramusim ke Korea Selatan tahun 2022, ia mentraktir seluruh skuad Spurs makan barbeque Korea dan memberikan hadiah pribadi kepada semua yang ikut serta.
“Sonny akan selalu disembah di tempat ini,” ujar Micky Hazard, legenda Spurs era 1980-an. “Dia tidak hanya pemain luar biasa, tapi manusia yang luar biasa.”
Dari Pochettino ke Puncak Eropa
Uniknya, Son sempat menolak ajakan Mauricio Pochettino saat pelatih asal Argentina itu masih menukangi Southampton. Namun takdir mempertemukan mereka di Tottenham, 15 bulan setelah Pochettino resmi bergabung.
Meski gagal mempersembahkan trofi di awal-awal kariernya, termasuk kekalahan di final Liga Champions 2019 dan Piala Liga 2021, Son akhirnya mengangkat trofi Liga Europa pada Mei lalu usai menaklukkan Manchester United.
“Dia mendatangi kami satu per satu dan berkata: ‘Sekarang saya seorang legenda’,” kata Hazard. “Baginya, menjadi legenda tidak lengkap tanpa trofi. Itu sangat menyentuh.”
Sonmania: Seperti Rock Star di Korea Selatan
Di negara asalnya, popularitas Son tak kalah dari bintang K-pop seperti BTS atau Blackpink. Ia dianggap harta nasional oleh rakyat Korea Selatan.
Wartawan sepak bola Korea, Sungmo Lee, menyebut “Sonmania” sebagai fenomena nyata. Program TV khusus tentang gol-gol dan assist Son ditayangkan rutin, wajahnya menghiasi papan reklame, dan suaranya menjadi daya tarik utama di promosi pariwisata.
Bahkan ketika Tottenham mendarat di Seoul tiga tahun lalu, Son yang sudah lebih dulu berada di sana, menyambut rekan setimnya di bandara sambil membawa papan bertuliskan "Welcome to Seoul". Sontak, ratusan penggemar di Bandara Incheon berteriak seperti menyambut band rock kelas dunia. “Saya belum pernah melihat hal seperti itu,” kata Kyle Walker, mantan rekan setim Son di Spurs. “Kami harus pakai kendaraan pengalihan hanya untuk menghindari lautan fans yang mengepung hotel.”
Sosok Penuh Kerendahan Hati
Popularitas Son tidak hanya datang dari prestasi, tapi juga sikapnya. Saat wajib militer pada 2020, ia menjalani pelatihan selama tiga minggu dan dinobatkan sebagai salah satu peserta terbaik dari 157 orang.
Kepedulian dan kerendahan hatinya tercermin dalam berbagai momen. Salah satunya saat memberi kaosnya kepada bocah kecil usai laga EFL Cup melawan West Ham, atau saat membalas pesan ucapan selamat dari Wimmer setelah final Liga Europa.
“Meski ratusan orang menghubunginya malam itu, Sonny tetap menyempatkan diri membalas pesanku,” ujar Wimmer. “Itu menunjukkan siapa dia sebenarnya.”
Dampak Kepergian Son untuk Spurs
Son bukan hanya aset di lapangan. Ia juga mesin pemasukan klub. Menurut riset sponsor utama AIA, sekitar 12 juta orang di Korea Selatan mengaku sebagai pendukung Tottenham. Setiap pertandingan kandang, hingga 700 jersey Son terjual, dan para fans Korea dikenal royal berbelanja merchandise.
Namun menurut pakar keuangan sepak bola, Kieran Maguire, dampaknya secara ekonomi mungkin tidak terlalu besar. “Son adalah legenda, tapi secara bisnis, perbedaan posisi akhir di klasemen Liga Premier bernilai lebih besar dibanding penjualan merchandise satu pemain,” kata Maguire.
Ke Mana Son Akan Melangkah?
Meski belum resmi, Son dikabarkan sedang dalam tahap akhir negosiasi dengan klub MLS, Los Angeles FC. Dalam wawancara pada 2024, ia menyebut tak tertarik menjadi pelatih dan ingin bermain selama mungkin sebelum pensiun. (BBC/Z-2)