
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menyebut pelebaran defisit anggaran dalam revisi RAPBN 2026 berkonsekuensi pada penambahan utang yang signifikan. Untuk menekan defisit, katanya, banyak cara kreatif dalam meningkatkan penerimaan negara sehingga tidak terus menambah utang baru.
"Ada penambahan utang signifikan karena defisit diperlebar," katanya kepada Media Indonesia, Jumat (19/9).
Seperti diberitakan, Badan Anggaran (Banggar) DPR dan pemerintah menyepakati revisi Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, Kamis (18/9). Alokasi belanja negara naik Rp56,2 triliun menjadi Rp3.842,7 triliun dari sebelumnya Rp3.786,5 triliun.
Dalam revisi RAPBN 2026, pendapatan negara hanya naik Rp5,9 triliun dari rancangan sebelumnya senilai Rp3.147,7 menjadi Rp3.153,6 triliun. Hal itu membuat defisit anggaran yang dibiayai utang membengkak menjadi Rp689,1 triliun (2,68%) dari produk domestik bruto/PDB) dari sebelumnyasenilai Rp638,8 triliun, atau 2,48% dari PDB.
Dengan revisi tersebut, pembiayaan anggaran RAPBN 2026 juga disesuaikan naik Rp50,3 triliun menjadi Rp689,1 triliun dari rancangan awal Rp638,8 triliun.
Bhima menyebut tidak adanya kenaikan tarif pajak tahun depan perlu dicari solusinya untuk menjaga pendapatan negara. Ia mengatakan Celios sudah memberikan solusi mencari penerimaan negara hingga Rp524 triliun.
"Salah satunya dari mengejar underground economy, aktivitas ekspor impor komoditas yang datanya bermasalah. Bisa juga menjalankan pajak karbon dan pajak produksi batu bara. Banyak cara-cara kreatif, sehingga defisit bisa ditekan, tidak terus menambah utang baru yang bunganya mahal," tuturnya.
Ia juga menyarankan belanja pertahanan dan keamanan, program MGB, Kopdes Merah Putih bisa dipangkas terlebih dulu.(E-3)