
PEMERINTAH Jepang memutuskan menunda pengakuan resmi terhadap negara Palestina, meski sebelumnya menjadi salah satu negara yang mendukung kemerdekaan Palestina.
Langkah ini diyakini berkaitan dengan upaya menjaga hubungan erat dengan Amerika Serikat serta menghindari ketegangan dengan Israel.
Menurut laporan Asahi Shimbun, sumber internal pemerintahan menyebut keputusan tersebut muncul di tengah meningkatnya tekanan diplomatik.
Tekanan Internasional
Beberapa negara Barat seperti Inggris, Prancis, Kanada dan Australia menyatakan akan mengakui negara Palestina pada sidang Majelis Umum PBB bulan ini. Langkah itu dimaksudkan untuk menekan Israel atas tindakannya di Gaza.
AS disebut aktif mendesak Jepang untuk tidak memberikan pengakuan melalui berbagai jalur diplomatik. Sebaliknya, Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Noel Barrot mendorong Jepang agar bergabung mengakui Palestina, sebagaimana dilaporkan Kyodo News.
Sikap Hati-Hati Jepang
Kepala Sekretaris Kabinet Yoshimasa Hayashi menegaskan bahwa Tokyo memiliki keprihatinan mendalam atas operasi militer Israel di Gaza yang berpotensi meruntuhkan dasar solusi dua negara.
"Jepang secara konsisten mendukung solusi dua negara, memahami keinginan Palestina untuk mendirikan negara merdeka, dan mendukung upaya mereka menuju tujuan tersebut," kata Hayashi dilansir dari Japan Times pada Jumat (19/9)
Dia juga mendesak Israel mengambil langkah nyata menghentikan krisis kemanusiaan, termasuk masalah kelaparan yang semakin parah. Dalam forum PBB, Jepang mendukung resolusi yang menekankan pentingnya langkah konkret menuju solusi dua negara.
Namun, Perdana Menteri Shigeru Ishiba dipastikan tidak akan hadir pada sidang khusus mengenai Palestina di New York, 22 September mendatang. Ishiba sendiri sudah mengumumkan rencana mundur dari jabatan presiden Partai Demokrat Liberal menjelang pemilihan kepemimpinan baru pada 4 Oktober.
Pertimbangan Politik dan Energi
Menurut sumber pemerintah, Pemerintah Jepang khawatir bahwa pengakuan tersebut dapat memperkeras sikap Israel dan memperburuk krisis kemanusiaan Palestina.
Menteri Luar Negeri Jepang Takeshi Iwaya juga menegaskan bahwa pengakuan Palestina bukan sesuatu yang ditolak selamanya, melainkan bergantung pada perkembangan di lapangan.
"Pengakuan membutuhkan struktur pemerintahan yang mampu mengendalikan seluruh wilayah Palestina," jelas Iwaya pada 14 September, sambil menyinggung peran Hamas yang masih menjadi tantangan besar.
Sebagai negara dengan ketergantungan tinggi pada impor minyak dari Timur Tengah, Jepang selama ini menjalankan kebijakan diplomasi seimbang antara negara-negara Muslim dan Israel. (H-2)