TEMPO.CO, Jakarta - Organisasi kemasyarakatan Perjuangan Walisongo Indonesia Laskar Sabilillah (PWI-LS) beberapa kali terlibat bentrok dengan pendukung dari pendakwah berlatar belakang Bani Alawi atau Ba'alawi. Mereka yang memiliki nasab atau garis keturunan Bani Alawi dipercaya memiliki hubungan darah dengan Nabi Muhammad melalui Alwi bin Ubaidillah yang berasal dari Hadramaut, Yaman.
Pada Juli 2025, massa PWI-LS bentrok dengan setidaknya dua massa pendukung pendakwah yang bernasab Ba'alawi, yaitu Rizieq Syihab dan Bahar bin Smith. Pengikut Rizieq dan Bahar sempat berselisih dengan PWI-LS dalam dua kesempatan berbeda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Konflik PWI-LS dengan Front Persaudaraan Islam (FPI), ormas yang dipimpin Rizieq, terjadi saat sang pendakwah ikut serta dalam acara Safari Dakwah di Pemalang, Jawa Tengah. Bentrokan itu terjadi Rabu malam, 23 Juli 2025, sekitar pukul 23.00 WIB, ketika massa PW-LS yang sejak awal menentang kehadiran Riziq, mendatangi acara.
Kehadiran mereka dihadang anggota FPI sehingga terjadi bentrokan. Sebanyak 9 orang terluka termasuk 4 anggota Polres Pemalang yang mencoba menghentikan tawuran.
Sementara Bahar bin Smith dan sejumlah pengikutnya menggeruduk acara pelantikan pengurus PWI-LS se-Jabodetabek di Studio Soneta, Depok, pada Ahad, 27 Juli 2025. Bahar mengklaim kedatangannya ke acara PWI-LS dilakukan dengan damai.
Kedatangan Bahar juga merupakan buntut dari bentrok antara PWI-LS dan FPI yang terjadi saat kehadiran Rizieq Syihab dalam acara Safari Dakwah di Pemalang. Meski Bahar bukan anggota FPI, dia merasa memiliki kedekatan dengan Rizieq Syihab.
Ketua Perjuangan Walisongo Indonesia Laskar Sabilillah atau PWI LS Depok Muhammad Jufri Halim menilai penolakan Bahar bin Smith merupakan hal biasa. "Jadi pertama kami menangkapnya bahwa penolakan di sekitar kami itu sesuatu yang biasa. Pasti ada pro-kontra," kata Jufri saat dikonfirmasi, Selasa, 29 Juli 2025. "Setiap hal itu selalu ada pro-kontra. Itu sesuatu yang biasa."
Lantas, apa yang menyebabkan PWI-LS berpolemik dengan para pendakwah yang membawa nama Bani Alawiyah yang kerap dipanggil dengan sebutan habib?
Pendiri sekaligus Ketua Umum PWI-LS, Abbas Billy Yachsy, merupakan pengasuh Pesantren An Nadwah Buntet Cirebon, Jawa Barat. Abbas berlatar belakang nahdliyin yang dekat dengan organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Mengutip laman Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) NU Banten, Abbas mendirikan PWI-LS bersama sejumlah aktivis nahdliyin lain.
PWI-LS secara resmi menggelar musyawarah kerja nasional atau Mukernas pertamanya pada 7 Maret 2024 di Bekasi, Jawa Barat. Melalui Mukernas tresebut, PWI-LS mendapuk kepengurusan organisasinya.
Dalam Mukernas pertama itu, Abbas menyebut PWI-LS adalah organisasi yang akan menegaskan keindonesiaan dan keislaman di tanah air. Abbas menyoroti beberapa kelompok pengikut Ba'alawi yang dia tuding tidak sesuai dengan nasionalisme Indonesia.
“Ketika ada beberapa aksi-aksi (gerakan) yang berbenturan dengan nasionalisme dengan kesepakatan nasional, ini sudah ada yang mengusik dari oknum separatis dan juga beberapa kelompok ekstrem Ba‘Alawi, yang mengkhawatirkan kami semua, kehancuran bangsa ini akibat doktrin doktrin yang tidak benar,” kata Abbas seperti dikutip laman RMI NU Banten pada 2 April 2024.
Lebih jauh, Abbas bahkan menuding nasab Ba'alawi tidak memiliki hubungan dengan Nabi Muhammad. Dia pun mengklaim penelusuran nasab Ba'alawi tidak dapat dibuktikan secara valid. “Kami, PWI, menegaskan perjuangan Walisongo. Masalah yang berkaitan dengan Klan Ba'Alwi (mengaku bernasab ke Rasulullah SAW) kami tolak,” ucap dia.
Tempo masih berupaya meminta tanggapan Rabithah Alawiyah, lembaga pencatat garis keturunan Rasulullah dari Ba'alawi di Indonesia, mengenai tudingan Abbas dan PWI-LS.
Pada Januari 2025, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengeluarkan pernyataan sikap tentang 11 organisasi bukan bagian dari strukturnya meski di dalamnya banyak diisi nahdliyin. Salah satu organisasi tersebut adalah PWI-LS.
Pernyataan tersebut tertuang dalam Surat Edaran PBNU tentang Penegasan Posisi Perangkat Perkumpulan NU Nomor 3391/PB.01/A.II.10.44/99/01/2025 bertanggal 7 Januari 2025.
Dalam edaran tersebut, PBNU menyatakan menghargai hak setiap orang untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Namun, tidak semua orang berhak mendirikan perserikatan yang mengatasnamakan Perkumpulan atau Jam'iyah Nahdlatul Ulama.