Liputan6.com, Jakarta Manchester United tengah berada dalam sorotan tajam. Di satu sisi, klub melakukan pemangkasan besar-besaran terhadap staf non-sepak bola, termasuk lebih dari 200 pekerja yang kehilangan pekerjaan.
Bahkan, penghematan menyentuh hal-hal mendasar seperti kantin, di mana pilihan makanan untuk staf dikurangi menjadi hanya sup dan sandwich. Situasi ini diperparah oleh pernyataan Sir Jim Ratcliffe beberapa bulan lalu yang menyebut United bisa 'bangkrut'.
Namun, di sisi lain, Setan Merah justru menunjukkan ambisi besar di bursa transfer. United mengajukan tawaran fantastis sebesar £74 juta untuk Benjamin Sesko dari RB Leipzig.
Tawaran ini melampaui proposal awal dari Newcastle United, dan tampaknya menjadi faktor kunci yang membuat sang penyerang lebih memilih Old Trafford ketimbang St James' Park, meskipun klub asal Tyneside itu mampu menawarkan tiket Liga Champions.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana mungkin sebuah klub yang baru saja memangkas staf dan menghadapi kerugian finansial bisa tetap belanja pemain dengan nilai fantastis?
Transfer Besar Ditopang Skema Keuangan Modern
Fakta bahwa Manchester United bisa tetap belanja besar meski sedang berhemat dijelaskan oleh pakar keuangan sepak bola, Stefan Borson, dalam uraiannya kepada talkSPORT.
Borson menyebut pentingnya membedakan antara arus kas (cash flow) dan aturan Profit and Sustainability Rules (PSR) yang diterapkan Premier League. Menurut Borson, pembelian pemain jarang dilakukan dengan pembayaran penuh di muka.
Klub-klub top seperti United biasanya mencicil pembayaran dalam dua hingga tiga tahap, yang membuat pengeluaran besar tampak lebih ringan secara kas jangka pendek.
"Jika Anda merekrut pemain hari ini, Anda tidak membayar. Katakanlah, £60 juta di muka, Anda akan membayarnya dalam dua atau tiga kali cicilan," ujar Borson saat berbicara di talkSPORT.
"Dengan skema semacam ini, pembelian pemain seperti Sesko atau Matheus Cunha bisa disebar pembayarannya hingga tahun depan, mengurangi beban langsung pada keuangan klub saat ini," tegas Borson.
PSR dan Ilusi Kesehatan Finansial
Selain persoalan arus kas, Borson juga menekankan bahwa aturan PSR bersifat prospektif, berfokus pada amortisasi nilai transfer dalam periode mendatang.
Artinya, jika MU membeli pemain senilai £60 juta dan mengikatnya dengan kontrak lima tahun, maka biaya tersebut akan dihitung sebesar £12 juta per tahun dalam pembukuan PSR. Pendekatan ini memungkinkan klub menyiasati batas pengeluaran dalam satu musim.
"Jika Anda membeli pemain pada Senin malam [30 Juni, hari terakhir PSR], tidak ada biaya dalam perhitungan PSR 2024/25, karena semua biaya dari perspektif PSR berada dalam periode ke depan," jelas Borson.
Inilah mengapa, meski tengah menghemat dalam banyak lini, Manchester United tetap bisa tampil agresif di bursa transfer. Namun, di balik strategi ini, tersimpan risiko besar jika performa tak sesuai harapan, terutama terkait pemasukan dari kompetisi Eropa, hak siar, dan sponsor utama.
Sumber: talkSPORT