TEMPO.CO, Jakarta -Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengunggah tiga foto ke media sosial Instagram miliknya, @sufmi_dasco, tak lama setelah pengumuman amnesti untuk Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto. Dasco mengunggah foto pertemuan dirinya dengan Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi bersama Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dan dua anaknya, Puan Maharani dan Prananda Prabowo. “Merajut tali kebangsaan dan persaudaraan,” tulis Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ini dalam keterangan foto yang diunggah akun Instagram-nya, pada Kamis, 31 Juli 2025.
Beberapa jam sebelumnya, Dasco mengumumkan pemberian abolisi kepada terpidana kasus korupsi impor gula Tom Lembong dan amnesti kepada Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto. Dasco mengungkapkan permohonan abolisi kepada Tom Lembong diajukan oleh Presiden Prabowo Subianto lewat surat Presiden Nomor R43/Pres 07.2025 tertanggal 30 Juli 2025. "Kami telah mengadakan rapat konsultasi dan hasil rapat itu kami telah memberikan pertimbangan dan persetujuan," kata Dasco dalam konferensi pers di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Kamis malam, 31 Juli 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain memberikan abolisi untuk Tom Lembong, DPR juga menyetujui usulan Kepala Negara memberikan amnesti kepada 1.116 orang. Salah satunya adalah Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. "Pemberian persetujuan tentang amnesti terhadap 1.116 orang yang telah terpidana diberikan amnesti termasuk Hasto Kristiyanto," ujar Dasco.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengungkapkan alasan pemerintan memberikan amnesti kepada seribuan terpidana itu agar tercipta persatuan. Terlebih lagi, kata dia, Indonesia akan memperingati Hari Ulang Tahun ke-80 pada 17 Agustus mendatang. "Pertimbangannya pasti demi kepentingan bangsa dan negara," ujar Supratman di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Kamis, 31 Juli 2025.
Istana Kepresidenan membeberkan alasan Presiden Prabowo memberikan amnesti dan abolisi kepada Tom Lembong dan Hasto Kristiyanto. Wakil Menteri Sekretaris Negara Juri Ardiantoro mengatakan, alasan Presiden Prabowo karena menjunjung prinsip persatuan dan gotong royong. Selain itu, pemberian amnesti dan abolisi dalam rangka kemerdekaan RI ke-80. “Pemberian abolisi, amnesti, atau juga kebijakan lain yang bisa dimaknai dan bisa menjadi faktor mempererat, mempersatukan, seluruh elemen bangsa akan dilakukan oleh Bapak Presiden,” kata Juri di Istana Kepresidenan, Jakarta, 1 Agustus 2025.
Juri menjelaskan, alasan abolisi dan amnesti saat ini diberikan karena proses hukum terhadap Tom dan Hasto baru selesai. Ia juga menepis amnesti dan abolisi sebagai intervensi Prabowo terhadap hukum. Juri menampik abolisi dan amnesti kepada dua terpidana itu upaya tebang pilih kepada koruptor. “Enggak ada intervensi. Presiden menghargai, menghormati sampai proses hukum kemarin,” ucap Juri.
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan Tom Lembong dan Hasto tak perlu mengajukan banding setelah mendapat abolisi dan amnesti.
Yusril menegaskan, pemberian amnesti dan abolisi terhadap Hasto Kristiyanto Tom Lembong sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi. Ia menjelaskan Pasal 14 UUD 1945 dengan tegas menyatakan bahwa Presiden memberikan amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR. “Pertimbangan itu sudah dimintakan oleh Presiden melalui surat kepada DPR RI dan Pak Presiden juga telah mengutus dua menteri, yaitu Menteri Hukum dan Menteri Sekretaris Negara,” kata Yusril dalam pesan video yang diterima Tempo, Jumat, 1 Agustus 2025.
Yusril menuturkan, berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 4 dari Undang-Undang Nomor 11 tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi, apabila seseorang atau sekelompok orang diberikan amnesti, segala akibat hukum dari tindak pidana yang dilakukan dihapuskan. Kemudian, abolisi juga akan menghapus segala penuntutan terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok.
Dengan amnesti ini, kata Yusril, segala proses hukum yang dilakukan terhadap Hasto otomatis dihapuskan. Hasto tidak perlu mengajukan banding atas putusan yang telah diberikan oleh pengadilan tingkat pertama. Begitupun dengan perkara Tom Lembong yang sudah diputus pengadilan tingkat pertama dan dalam proses mengajukan banding. “Maka dengan pemberian abolisi, segala proses penuntutan dihapuskan. Jadi dianggap tidak ada penuntutan,” ujarnya.
Dosen Ilmu Politik dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta Adi Prayitno menilai, alasan pemberian amnesti dan abolisi dilihat sebagai upaya Presiden Prabowo menjaga kondusivitas dan kerja sama semua elemen. Alasan ini juga dilontarkan Menteri Hukum Supratman Andi Agtas saat mengumumkan amnesti dan abolisi. “Dari pernyataan ini tersirat bahwa menjaga kondusivitas dan menjaga harmoni jadi argumen mendasar,” kata Adi kepada Tempo, Jumat, 1 Agustus 2025.
Adi mengatakan kasus Tom Lembong dan Hasto menarik perhatian publik karena dinilai kental unsur politiknya daripada unsur hukum. “Kasus ini memantik pembelahan publik cukup ekstrem dan menyerang pemerintah secara terbuka,” ucap Adi.
Tom merupakan pendukung Anies Baswedan. Sedangkan Hasto merupakan pendukung Ganjar Prabowo. Keduanya merupakan pesaimg Prabowo dalam pemilihan presiden 2024. Adi mengatakan dua tokoh ini mewakili kubu non-pemerintah sehingga membuat Prabowo perlu membendung gejolak dan huru-hara politik tak berkesudahanx
Namun Adi tidak melihat pemberian amnesti untuk Hasto sebagai sinyal PDIP akan bergabung pemerintahan Prabowo. “Tak sesederhana itu. PDIP kelihatan ingin di luar, tapi dalam praktiknya PDIP mendukung penuh pemerintahan Prabowo,” ujarnya.
Adapun dosen komunikasi politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio, menilai tindakan Prabowo itu mengandung pesan politik untuk merangkul semua pihak, termasuk lawan politiknya, demi membangun Indonesia yang lebih baik. Menurut pria yang diakrab Hensa, langkah ini adalah upaya Prabowo untuk meredam polarisasi politik yang masih terasa setelah pemilu. Dengan memilih untuk membebaskan Tom Lembong dan Hasto, ia melihat Prabowo ingin menegaskan bahwa dia adalah pemimpin untuk semua kubu, bukan hanya kelompok tertentu.
Namun Hensa memandang pemberian abolisi dan amnesti menimbulkan risiko untuk Prabowo. Pemberian abolisi dan amnesti kepada dua tokoh yang terjerat kasus korupsi bisa memicu persepsi bahwa Prabowo mengorbankan komitmen pemberantasan korupsi demi kepentingan politik. “Meski abolisi dan amnesti adalah hak prerogatif presiden, kelompok anti-korupsi dan kritis bisa memandang ini sebagai langkah yang melemahkan keadilan,” ujar Hensa.
Dia mengatakan, Presiden Prabowo perlu memastikan komunikasi publik yang jelas untuk menghindari persepsi negatif tersebut. Menurut Hensa, jika masyarakat melihat langkah ini sebagai upaya tulus untuk persatuan, Prabowo akan mendapat legitimasi lebih kuat. Sebaliknya, jika publik menganggap ini sebagai manuver politik semata, kepercayaan terhadap pemerintahannya bisa tergerus. “Prabowo sedang main di level tinggi. Dia pakai simbol-simbol politik untuk bicara soal persatuan. Tapi kalau publik curiga ini cuma akal-akalan, narasi kepemimpinannya bisa jatuh,” kata Hensa.
Amnesti kepada Hasto dikhawatirkan membuat PDIP goyah dalam beroposisi. Dosen hukum tata negara di Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan PDIP harus tetap menjaga sikap oposisi meski Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto mendapat oposisi.
Menurut Feri, PDIP sadar betul bahwa kasus yang menjerat Hasto sebagai alat sandera politik untuk menarik mereka ke pemerintahan. Ia menekankan PDIP agar tidak mengubah sikap oposisi karena amnesti Hasto. “Kalau tidak, PDIP terkesan tunduk kepada alat kekuasaan dan tujuan orang melakukan upaya kriminalisasi politik akan bisa dianggap benar karena tujuannya akan tercapai,” kata Feri kepada Tempo, Jumat, 1 Juli 2025.
Direktur di Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas 2017-2023 ini mengatakan, preseden ini berpotensi menimbulkan tradisi buruk dalam berpolitik dan bertatanegara. “Tinggal mengkriminalisasikan lawan politik atau hidupkan kasus yang lama, lalu kemudian dia akan berputar arah mendukung pemerinta. Cara itu sangat buruk dalam alam demokrasi konstitusional kita,” ujarnya.
Bergabungnya PDIP ke pemerintah setelah amnesti Hasto, menurut Feri, akan memberikan kesan bahwa pemberian amnesti semata-mata untuk kepentingan politik dan agenda buruk yang bisa merusak komposisi demokrasi, terutama membenamkan opisisi.
Novali Panji Nugroho berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: