Liputan6.com, Jakarta - Keputihan merupakan hal normal yang dialami oleh hampir semua perempuan. Namun, tidak semua keputihan bisa dianggap wajar. Seksolog sekaligus pakar anti aging, Haekal Anshari, menegaskan, keputihan bisa menjadi tanda penyakit jika disertai dengan gejala tertentu.
"Keputihan ini sebetulnya fisiologis normal pada perempuan kalau warnanya bening. Tapi kalau dia udah berwarna, kekuningan, kehijauan, udah ada baunya, itu sudah patologis, sudah penyakit," kata Haekal dalam acara Bodytalk Playdate: Grand Launching MGHITT Intimate Care pada Rabu, 1 Oktober 2025.
Menurut Haekal, keputihan yang normal memiliki ciri-ciri bening, tidak berbau, dan tidak menimbulkan rasa gatal maupun perih. Kondisi ini umumnya disebabkan oleh proses alami tubuh yang berhubungan dengan siklus hormonal.
Namun, jika keputihan berubah warna menjadi kekuningan atau kehijauan, berbau tidak sedap, hingga menimbulkan rasa tidak nyaman, maka hal tersebut masuk kategori patologis alias tanda adanya penyakit pada organ reproduksi.
Peran pH Asam pada Vagina
Lebih lanjut, Haekal menjelaskan bahwa vagina memiliki tingkat keasaman yang cenderung rendah, yakni antara 3,8 sampai 4,5.
Kondisi ini penting karena mendukung kehidupan bakteri baik, yaitu Lactobacillus, yang berfungsi sebagai pelindung alami dari infeksi.
"Area vagina ini kan memang pH-nya cenderung asam, yaitu di angka 3,8 sampai 4,5. Area yang asam ini merupakan area yang baik untuk hidupnya si kuman Lactobacillus," katanya.
Jika keseimbangan pH terganggu, maka Lactobacillus tidak bisa bekerja optimal sehingga risiko keputihan tidak normal akibat bakteri, jamur, maupun virus akan meningkat.
Cara Tepat Merawat Area Intim
Untuk mencegah keputihan patologis, perawatan area intim sangat penting dilakukan setiap hari. Haekal menekankan bahwa pemilihan produk kewanitaan harus sesuai dengan kebutuhan dan pH alami vagina.
"Makanya kalau gunakan produk untuk merawat area kewanitaan itu pilihlah pH yang sama dengan pH vagina, yang cenderung asam," ujarnya.
Dia juga menyarankan memilih produk yang bebas alkohol, tidak mengandung paraben, serta memiliki kandungan pelembap alami seperti niacinamide yang dapat membantu menjaga kelembapan kulit area sensitif sekaligus mengangkat sel kulit mati.
Selain itu, perawatan tidak hanya sebatas penggunaan produk, tetapi juga mencakup kebiasaan sehari-hari seperti:
- Membersihkan area intim setiap kali mandi.
- Mengeringkan dengan benar menggunakan tisu kering sebelum memakai pakaian dalam.
- Menggunakan celana dalam berbahan katun agar bisa menyerap keringat.
- Mengganti pembalut secara rutin saat menstruasi.
Kesalahan yang Sering Dilakukan
Haekal mengingatkan bahwa salah satu kesalahan yang sering dilakukan perempuan adalah cara membasuh area intim setelah buang air besar.
"Kalau habis buang air besar itu basuhnya suka lupa, dari belakang ke depan. Nah, itu akan membantu menyebarkan kuman yang di belakang ke depan," ujarnya.
Cara yang benar adalah membasuh dari depan ke belakang untuk mencegah penyebaran bakteri dari anus ke vagina.
Menurut Haekal, perawatan area intim sebaiknya sudah dilakukan sejak masa pubertas. Fase ini ditandai dengan meningkatnya hormon estrogen dan testosteron, munculnya menstruasi pertama, serta pertumbuhan rambut di area kemaluan.
"Sudah pertumbuhan tanda seksual sekunder sudah mulai matang. Jadi sudah mulai haid, sudah mulai bertumbuh rambut-rambut di area kemaluan. Nah itu penting untuk menjaga kebersihan di area tersebut," katanya.
Perawatan tambahan sejak pubertas membantu menjaga kesehatan organ intim sekaligus mencegah gangguan kulit dan masalah keputihan yang tidak normal.
Haekal menegaskan bahwa merawat area kewanitaan bukanlah sesuatu yang instan, melainkan membutuhkan konsistensi.
"Kalau rutin, hasilnya akan optimal, dengan kulit area lipatan yang bersih, yang cerah, nggak lembab, dan nggak bau, ini akan semacam investasi bagi orang itu, maupun juga pada pasangannya," kata Haekal.