Di Balik Wacana Pemisahan Pemilu Legislatif dan Eksekutif di RUU Pemilu

4 days ago 7
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online

ANGGOTA Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR) Firman Soebagyo membuka wacana adanya pemisahan pelaksanaan pemilu ke dalam dua tahap, yakni pemilu legislatif dan pemilu eksekutif, dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu. Wacana itu menyikapi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXII/2024 tentang pemisahan pemilu nasional dan daerah.

Firman menjelaskan pemilu legislatif itu meliputi DPR, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), sedangkan pemilu eksekutif meliputi presiden dan kepala daerah.

“Kemungkinan bisa juga nanti kami coba bahas, kami kaji pemilu bisa dikondisikan dua kali, yaitu pemilu eksekutif, pemilu legislatif. Legislatifnya lebih dulu, kemudian nanti pemilu eksekutif,” kata Firman di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu, 30 Juli 2025, seperti dikutip dari Antara.

Dia memandang pemilu legislatif perlu digelar lebih dahulu dari pemilu presiden dan kepala daerah agar hasilnya dapat digunakan sebagai dasar dalam menetapkan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold).

Menurut dia, penyusunan RUU Pemilu yang wacananya akan menggunakan metode omnibus law karena mencakup sejumlah undang-undang kepemiluan itu akan menjadi solusi pula atas putusan MK yang memisahkan pemilu nasional dan pemilu daerah.

“Harapannya begitu karena sekarang ini kan kami sebagai pembuat undang-undang, memang dengan putusan MK itu agak membingungkan,” ucapnya.

Di sisi lain, Firman menyoroti implikasi putusan MK terhadap perpanjangan masa jabatan sejumlah kepala daerah dan anggota DPRD yang dia nilai menimbulkan kebingungan karena tidak memiliki dasar hukum dalam undang-undang kepemiluan saat ini.

“Tidak bisa ada norma yang mengatur atau pasal yang mengatur perpanjangan masa jabatan. Kalau itu ada dilakukan, maka harus mengubah konstitusinya. Itu enggak bisa kita lakukan seperti itu,” tuturnya.

Dia menyebutkan, hingga saat ini, DPR belum mengambil keputusan perihal arah perubahan sistem pemilu di Indonesia, meski Komisi II DPR juga telah menyurati pimpinan DPR dan belum mendapatkan respons.

Meski pemilu selanjutnya baru akan berlangsung pada 2029, Firman berharap proses pembahasan revisi UU Pemilu dapat dimulai lebih awal, setidaknya mulai tahun depan agar penyusunannya lebih maksimal dan tidak menimbulkan masalah.

“Karena kalau terburu-buru, nanti akhirnya hasilnya tidak maksimal, apalagi seperti yang lalu-lalu itu kan keputusan tentang undang-undang atau revisi Undang-Undang Pemilu itu berdekatan dengan penyelenggaraan pemilu,” kata dia.

Sebelumnya, MK mengabulkan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Dalam putusan yang dibacakan pada Kamis, 26 Juni 2025, Mahkamah memutuskan penyelenggaraan pemilu di tingkat nasional harus dilakukan terpisah dengan penyelenggaraan pemilu tingkat daerah atau kota (pemilu lokal). MK memutuskan pemilu lokal diselenggarakan paling singkat 2 tahun atau paling lama 2,5 tahun setelah pemilu nasional.

Pemilu nasional adalah pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden. Sedangkan pemilu daerah terdiri atas pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala dan wakil daerah.

Jimly Asshiddiqie Sebut DPR Harus Patuhi Putusan MK soal Pemisahan Pemilu

Adapun Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie mengatakan, mau tak mau, DPR harus melaksanakan putusan MK soal pemisahan jadwal pemilu. Jimly mengingatkan putusan MK bersifat final dan mengikat sehingga DPR wajib mematuhinya.

“Kalau sudah diputus oleh MK, ya kita ikut aja, walaupun kita enggak suka,” kata Jimly saat ditemui di kawasan Jakarta Pusat pada Selasa, 29 Juli 2025. 

Dia mengatakan keputusan hukum memang tidak selalu memuaskan semua orang. Namun ketidakpuasan itu harus dikesampingkan demi membangun tradisi menghormati putusan MK. 

Jimly juga menyebutkan DPR sebagai pejabat negara memiliki posisi istimewa dibanding rakyat biasa. Sehingga, dia mendesak DPR menindaklanjuti putusan MK meski tidak menyukainya.

“Kalau warga negara biasa boleh menghujat, tidak setuju kepada putusan pengadilan, boleh enggak ada masalah. Tapi kalau kita pejabat, yang sudah diambil sumpah demi Allah, tunduk kepada Undang-Undang Dasar, ya enggak boleh dong. Jadi, anggota DPR, ketua DPR, saran saya, jangan begitu,” ujarnya.

Putusan MK soal pemisahan jadwal pemilu nasional dan daerah menuai polemik karena fraksi-fraksi partai politik di DPR menunjukkan resistensi. Ketua DPR Puan Maharani pun menyebutkan putusan MK inkonstitusional karena dianggap melanggar ketentuan UUD 1945 yang mengatur pemilu digelar setiap lima tahun sekali.

Terhadap hal itu, Jimly mengatakan dibanding memperdebatkan lebih baik DPR segera mengakomodasi putusan MK dalam undang-undang. Dia menuturkan penyelenggaraan pilkada di luar lima tahun sekali tetap dimungkinkan jika menganut norma hukum transisi.

“Di undang-undang dasar hukum tetapnya lima tahun. Itu tetap. Tapi dalam hal terjadi perubahan, misalnya waktu pilkada, jadwalnya berubah, maka dibuat aturan, nah itu kan hukum transisi,” tuturnya. Dia pun mendesak agar DPR lekas melaksanakan putusan MK dengan mengaturnya ke dalam undang-undang.

Dian Rahma Fika dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Kontroversi Kebijakan PPATK Blokir Rekening Pasif

Read Entire Article