Liputan6.com, Jakarta Pierluigi Collina selama ini dipuja sebagai ikon wasit sepak bola dunia. Namun, citra bersih sang legenda baru-baru ini diguncang kritik tajam dari mantan pengadil FIFA asal Swedia, Jonas Eriksson. Dalam sebuah wawancara santai yang mengalir, Eriksson membeberkan pengalaman pahitnya bersama Collina.
Eriksson bertugas sebagai wasit FIFA selama 16 tahun, memimpin laga-laga Liga Champions, Piala Dunia 2014, hingga final Liga Europa 2016. Rekam jejak itu membuat kesaksiannya tentang Collina terasa penting bagi publik sepak bola. “Saya rasa kita semua ingat dia sebagai wasit hebat,” ujarnya membuka cerita, seperti dikutip dari talkSPORT.
Meski demikian, hubungan keduanya runtuh menjelang pensiun Eriksson pada 2018. Dalam obrolan tersebut, Eriksson menegaskan bahwa sosok Collina di balik layar jauh berbeda dari citra tegas nan karismatik yang kerap tertangkap kamera. Kisah lengkapnya tergambar dalam empat episode berikut.
Dari Pujian ke Kritik
“Sebagai pemimpin wasit, sebagai atasan, dialah orang terburuk yang bisa Anda miliki,” kata Eriksson tanpa tedeng aling-aling. Ia menambahkan bahwa selama meniti karier, belum pernah ia bertemu bos yang menurutnya seburuk Collina. Pernyataan itu kontras dengan kalimat pujian awalnya.
Eriksson menilai respek publik terhadap Collina tak menjamin kualitas manajerial sang legenda. Ia berkata, “Saat kamera menyorot, dia tersenyum dan segalanya tampak bahagia. Begitu kamera mati, dia membalikkan badan.” Ia menuding Collina bersikap berbeda di depan umum dan di ruang tertutup.
Bagi Eriksson, pergeseran citra itu menandai awal ketidaknyamanan. Sebagian kolega menurutnya ikut merasakan hal serupa, tetapi enggan bersuara. “Ketika orang menyampaikan pendapat yang tidak dia suka, mereka langsung ‘dilempar ke bawah bus’,” tuturnya, mengutip ungkapan drastis untuk perilaku menyingkirkan bawahan.
Komunikasi yang Macet
Eriksson berkisah bahwa Collina kerap meminta bawahan berani berbicara, tapi justru mematikan diskusi saat pendapat berbeda muncul. “Cara dia berkomunikasi—atau tidak berkomunikasi—sangat bermasalah,” ujarnya. Komentar itu menunjukkan ironi antara pesan motivasi dan praktik di lapangan.
Masalah komunikasi memburuk saat menyangkut urusan krusial karier. “Saya mengira setidaknya akan mendapat telepon ketika tidak terpilih untuk Piala Dunia 2018,” lanjut Eriksson. Keputusan yang keluar pada Jumat, 17 November 2017 itu ia ketahui lewat daftar di media The Guardian, bukan dari bosnya.
Merasa diabaikan, Eriksson mencoba menghubungi Collina. “Saya menelepon, dia menekan tombol sibuk. Saya kirim pesan, ‘Tolong telepon, saya perlu bicara.’” Namun, menurut Eriksson, Collina tak pernah menanggapi permintaan klarifikasi tersebut. Sejak saat itu, komunikasi keduanya terputus.
Kontrak Ukraina dan Telepon yang Tak Pernah Berdering
Eriksson juga menyoroti keputusan Collina menerima posisi konsultan di Ukraina senilai £500.000 per tahun—sekitar Rp 10 miliar—ketika FIFA melarang wasit aktif bertugas di luar negeri. “Hukum permainan tampaknya berbeda untuk orang lain dibanding untuknya,” sindir Eriksson.
Kekecewaan memuncak saat Eriksson gagal masuk daftar wasit Piala Dunia 2018. “Karier saya berakhir, mungkin Anda pikir saya pahit. Ini sudah enam, tujuh tahun lalu,” katanya. Ia mengaku bukan sekadar marah, melainkan kecewa karena merasa tak dihargai dengan penjelasan langsung.
Rangkaian peristiwa itu membuat Eriksson menilai Collina tak mampu menyampaikan kenyataan pahit kepada bawahan. “Dia menghindar karena tak sanggup mengatakan yang sebenarnya,” tegasnya. Bagi Eriksson, diamnya sang bos justru lebih melukai daripada keputusan apa pun.
Hubungan yang Putus dan Masa Depan
Ketika ditanya apakah mau berbicara lagi dengan Collina, Eriksson menjawab lugas. “Saya berjanji pada diri sendiri, kalau bertemu dia, saya akan berjalan lurus saja,” ucapnya. Sinyal perdamaian jelas belum terlintas di benaknya.
Kesempatan bertemu sebenarnya datang saat Piala Dunia 2023 di Australia – Selandia Baru. Eriksson berada di VIP lounge sebagai tamu Federasi Sepak Bola Swedia. “Saya pikir, mari lihat apakah saya akan bertemu dia,” kenangnya tentang momen itu.
Saat berbincang dengan Sekjen FIFA asal Swedia, Mattias Grafstrom, muncul ide berswafoto dan mengirimkannya ke Collina. “Grafstrom bertanya, ‘Kita foto lalu kirim ke Collina?’ Saya jawab, ‘Tidak, jangan,’” kata Eriksson sambil tertawa kecil. Baginya, kisah dengan Collina sudah selesai—tak perlu ada foto, tak perlu ada rekonsiliasi.
Sumber: talkSPORT