REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyambut positif rencana Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengalihkan dana Saldo Anggaran Lebih (SAL) dari Bank Indonesia (BI) ke Bank Pembangunan Daerah (BPD). Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengatakan bahwa rencana penempatan dana pemerintah tersebut akan meningkatkan likuiditas BPD dan mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah.
“Nah, ini mungkin salah satu hal positif yang bisa timbul,” ujar Dian dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK September 2025 di Jakarta, Kamis (9/10/2025).
Berdasarkan data per Agustus 2025, Dian memaparkan bahwa kondisi likuiditas BPD secara agregat masih tergolong sangat memadai. Rasio Liquidity Coverage Ratio (LCR) tercatat sebesar 217,65 persen, Interbank Loan to Non-Core Deposit (ILNCD) sebesar 140,92 persen, dan Interbank Loan to Deposit Ratio (ILDPK) sebesar 30,10 persen. Seluruh rasio tersebut berada di atas ambang batas (threshold), yang mencerminkan tidak terdapat indikasi permasalahan likuiditas pada BPD.
Sementara itu, dari sisi intermediasi, rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) BPD secara agregat tercatat sebesar 78,70 persen. Angka ini menunjukkan ruang ekspansi kredit BPD hingga Agustus 2025 masih lebih tinggi dibandingkan industri perbankan secara umum, di mana LDR perbankan nasional berada pada level 86,03 persen.
“Jadi ruangnya sebenarnya lebih luas di BPD,” lanjut Dian.
Ia berharap BPD memperkuat infrastruktur, baik dari sisi sumber daya manusia (SDM), kebijakan, maupun manajemen risiko. Hal itu penting agar penempatan dana pemerintah dapat berjalan efektif dan optimal dalam memberikan manfaat bagi masyarakat serta pelaku usaha di daerah.
“Pada sisi lainnya, dalam melakukan penempatan dana, tentu pemerintah juga diharapkan mempertimbangkan aspek pricing. Jadi, tingkat suku bunga yang diharapkan ini bisa ikut menurunkan biaya dana sehingga berpengaruh pada penurunan biaya kredit,” ujarnya.
Dian juga menyarankan agar tenor pembiayaan diberikan kelonggaran untuk mengoptimalkan kebijakan tersebut, khususnya bagi kredit berjangka panjang.
“Kalau dilihat dari jangka waktu, sebaiknya tidak terlalu pendek karena proyek itu bervariasi. Ada yang mungkin satu tahun, dua tahun, tiga tahun, bahkan sepuluh tahun. Jadi harus mempertimbangkan kemampuan BPD,” kata Dian.