Beijing (ANTARA) - Pemerintah China merespons hasil pemilu "recall" terhadap anggota parlemen Taiwan yang berasal dari partai oposisi utama Kuomintang (KMT).
"Hasil pemungutan suara menunjukkan bahwa manipulasi politik otoritas Partai Progresif Demokratik (DPP) bertentangan dengan keinginan rakyat di pulau itu dan tidak mendapat dukungan," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Guo Jiakun dalam konferensi pers di Beijing pada Senin (28/7).
Berdasarkan hasil pemilihan umum "recall" (pemakzulan) yang diumumkan pada Minggu (27/7), publik Taiwan menolak upaya untuk mencopot 24 anggota parlemen dari partai oposisi utama Kuomintang (KMT).
Artinya, DPP yang dipimpin pemimpin Taiwan Lai Ching-te tidak dapat mengambil alih kendali 113 kursi parlemen melalui pemilu sela.
Upaya "recall" tersebut diinisiasi oleh kelompok sipil yang didukung DPP karena menuding para legislator KMT bekerja sama dengan China karena KMT yang menguasai parlemen Taiwan dengan dukungan Partai Rakyat Taiwan (TPP) selama ini mendorong hubungan lebih erat dengan Beijing.
"Izinkan saya menekankan bahwa hanya ada satu China di dunia, dan Taiwan adalah bagian tak terpisahkan dari wilayah China. Masalah Taiwan adalah urusan internal China, yang tidak menoleransi campur tangan eksternal," tambah Guo Jiakun.
Kelompok pendukung "recall" mengatakan langkah tersebut sebagai bentuk perlawanan terhadap komunisme, menuduh KMT "menjual Taiwan" dengan mengirim legislator ke China, menolak alokasi anggaran pertahanan, serta menciptakan kekacauan di parlemen.
Namun, KMT membantah tuduhan tersebut dan mengatakan "recall" itu sebagai upaya bermotif jahat yang tidak menghormati hasil pemilu legislatif tahun lalu, dan mengeklaim bahwa mereka hanya menjaga jalur komunikasi dengan Beijing serta menjalankan fungsi pengawasan yang sah terhadap pemerintahan.
Meski Lai Ching-te menang dalam pemilu presiden pada 2024, partainya kehilangan mayoritas di parlemen. Sejak saat itu, oposisi menggunakan kekuatannya untuk menekan kebijakan pemerintah, termasuk memotong anggaran pertahanan di tengah meningkatnya tekanan militer dan diplomatik dari Beijing.
Undang-Undang Pemilihan dan Pemakzulan Pejabat Publik yang ditetapkan pada 1980 di Taiwan, menyebutkan, "Pemakzulan pejabat publik akan diputuskan para pemilih di daerah pemilihan tempat mereka dipilih dan melalui pemungutan suara rahasia."
Dasar hukum itu memungkinkan rakyat Taiwan memakzulkan legislator melalui pemungutan suara langsung setelah pengajuan petisi yang diinisiasi kelompok masyarakat sipil dan didukung DPP.
Baca juga: China kembali protes soal pernyataan para menlu G7 soal Taiwan
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Primayanti
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.