Liputan6.com, Jakarta Evaluasi Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mengungkap tiga masalah fundamental yang menyebabkan kekacauan dalam pelaksanaan Makan Bergizi Gratis (MBG). Ketiga masalah dasar itu adalah:
Buruknya Pemahaman Gizi dan Pangan
Misalnya, soal menu yang disajikan. Masalahnya tidak hanya berhenti pada soal kualitas gizi, tetapi juga adanya penyeragaman menu tanpa mempertimbangkan sumber daya pangan lokal.
“Hal ini justru bertentangan dengan jargon swasembada pangan pemerintah,” kata Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji, dalam keterangan pers, dikutip Senin (29/9/2025).
Struktur Kepemimpinan yang Keliru
Badan Gizi Nasional (BGN) yang seharusnya dikelola oleh pakar gizi, ahli pangan, dan tenaga kesehatan, justru didominasi oleh purnawirawan militer.
Eksklusi Sekolah dan Partisipasi Masyarakat Sipil
Ubaid menilai, sekolah seolah-olah hanya dijadikan objek dari program ini, padahal MBG telah banyak mencaplok anggaran pendidikan.
Sekolah tidak dilibatkan dalam perencanaan, dan juga pengelolaan program ini. bahkan, peraturan dan pelaksanaan program berjalan tanpa partisipasi dan transparansi publik.
“Ambisi yang hanya mengejar target kuantitas, terbukti telah mengabaikan standar akuntabilitas, keamanan, dan keselamatan anak. Program ini dijalankan terburu-buru untuk pencitraan politik, bukan perlindungan dan pemenuhan gizi anak. Anak-anak kita adalah pemimpin masa depan bangsa, ia bukan prajurit yang bisa dikorbankan,” tambah Ubaid.
Maraknya kasus keracunan MBG jadi perhatian Presiden Prabowo Subianto. Tiba dari lawatan ke empat negara, Presiden memastikan akan langsung memanggil Kepala Badan Gizi Nasional dan jajarannya.
Angka Keracunan MBG per 27 September 2025
JPPI juga mengungkap jumlah korban keracunan MBG terkini. Menurut data JPPI, korban keracunan hidangan MBG sudah mencapai 8.649 anak hingga 27 September 2025.
Berarti, terjadi lonjakan jumlah korban keracunan, sebanyak 3.289 anak dalam dua pekan terakhir.
Pada September ini, jumlah korban keracunan per minggunya selalu mengalami peningkatan. Penambahan Jumlah korban terbanyak terjadi pada satu pekan lalu (22-27 September 2025), korban mencapai 2.197 anak.
“Alih-alih memberi pemenuhan gizi, makanan yang disediakan negara justru membuat ribuan anak keracunan massal. Tangis anak-anak pecah di ruang kelas, antrean panjang di rumah sakit, keresahan orangtua, dan trauma makan MBG adalah bukti nyata bahwa program ini gagap mencapai tujuan,” kata Ubaid.
Minta Pemerintah Tutup Sementara Semua SPPG
Atas kejadian ini, JPPI mengecam respons pemerintah yang hanya menutup Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang terdapat kasus keracunan.
“Bagiamana dengan SPPG lain yang juga terbelit berbagai masalah lainnya? Ini adalah pendekatan tambal sulam, ini dinilai sangat berbahaya dan mengabaikan akar permasalahan,” ujar Ubaid.
Dia menilai, keracunan hanyalah puncak gunung es. Masalah MBG lebih dalam dari itu.
“Kami menemukan praktik menu di bawah standar, pengurangan harga per porsi, konflik kepentingan, hingga pembungkaman suara kritis di sekolah. Karena itu, kami menuntut semua dapur dihentikan sementara untuk evaluasi dan pembenahan total,” papar Ubaid.
Pemerintah Hanya Hentikan Sementara SPPG Bermasalah
Pada Minggu, 28 September 2025, pemerintah mengadakan rapat koordinasi (Rakor) dengan salah satu hasilnya adalah menyepakati penghentian sementara SPPG yang bermasalah.
Dalam Rakor itu, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan bercerita, setelah kedatangan Presiden Prabowo Subianto di Tanah Air, presiden langsung mengumpulkan sejumlah menteri dan jajaran kabinet. Salah satu yang dibahas adalah perihal pelaksanaan Makan Bergizi Gratis (MBG).
“Pertemuan hari ini (28/9) untuk menindaklanjuti arahan Bapak Presiden dan mengambil langkah cepat,” ujar Menko yang akrab disapa Zulhas.
Dia dan para menteri lainnya sudah berdiskusi untuk mempercepat perbaikan dan penguatan tata kelola di BGN, berikut poin-poin penting yang dihasilkan:
- SPPG yang bermasalah akan ditutup sementara selama masa evaluasi dan investigasi
- Salah satu evaluasi yang utama adalah kedisiplinan, kualitas, dan kemampuan juru masak di seluruh SPPG
- Sudah diwajibkan untuk sterilisasi seluruh alat makan dan proses sanitasi diperbaiki, khususnya kualitas air dan alur limbah.
Zulhas juga menyampaikan bahwa dalam perbaikan ini, berbagai pihak harus terlibat.
“Semua K/L, Pemda, dan pemangku kepentingan program MBG ikut dan aktif dalam proses perbaikan ini,” ucapnya.
Disebutkan pula bahwa Menkes Budi Gunadi Sadikin perlu mengoptimalkan Puskesmas dan UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) untuk ikut memantau SPPG secara rutin.
Semua langkah diambil secara terbuka agar masyarakat yakin bahwa makanan yang disajikan aman dan bergizi bagi seluruh anak Indonesia.