Liputan6.com, Jakarta - Mengingat pesatnya perkembangan teknologi di era digital, sistem keuangan perbankan sekarang sudah bisa diakses kapan pun dan di mana pun melalui ponsel.
Melihat celah dari peluang yang ada, belakangan ini hacker sering menggunakan metode link phishing dengan tujuan mencuri informasi sensitif korban, seperti: nama, alamat, nomor kartu kredit, dan informasi rekening untuk menguras habis seluruh saldo korban.
Mengutip Gizchina, Rabu (8/10/2025), ada beberapa langkah efektif yang dapat dilakukan untuk mencegah serangan phishing menembus keamanan perlindungan data yang berujung pada penipuan online, di antaranya:
- Kenali serangan termasuk phishing jenis apa karena biasanya modus operansi yang dipakai berusaha untuk menciptakan ketakutan dan kekhawatiran, bertujuan memecah fokus calon korban dan berakibat melakukan tindakan gegabah.
- Periksa alamat lengkap pengirim setiap saat untuk melihat apakah akun yang digunakan merupakan alamat resmi dari sebuah instansi atau palsu.
- Gunakan dan arahkan kursor mouse setiap kali kamu menemukan kiriman link phishing, langkah ini secara efektif dapat menunjukkan kilasan rincian.
- Jangan memuat file dari email acak, hindari tindakan ini sebab phishing tidak selalu berbentuk link. Terkadangan apk, file, dan berkas lainnya bisa jadi sarana.
- Gunakan verifikasi dua langkah login dua langkah di semua perangkat yang terkoneksi dengan akunmu. Fitur ini membuat penyerang tidak dapat masuk secara langsung karena membutuhkan konfirmasi privat dari kamu sendiri.
- Terakhir, buat kata sandi yang kuat dan ubah secara berkala untuk menghindari mesin pembobol password menemukan celah keamananmu.
Sebagai tambahan, jangan membiasakan diri untuk mengunduh sesuatu dari website tidak resmi dan mencurigakan. Tak hanya phishing, terkadang tempat seperti itu juga menyimpan virus yang menimbulkan masalah menjadi lebih berbelit-belit.
Upaya Pemulihan dalam Menangani Virus
Berpindah sedikit dari landskap pembahasan penipuan berbasis phising, perkembangan virus seperti 'malware' dan 'ransomware' di Indonesia belakangan ini kian memperihatinkan.
Menurut Head of Consulting PT Ensign InfoSecurity Indonesia, Adithya Nugraputra Rowi, di Indonesia setidaknya ada dua organisasi ancaman siber yang sering berbuat ulah, 'Brain Cipher' dan 'LockBit Gang'.
Melihat permasalahan yang muncul atas kasus peretasan melalui virus, perusahaan ketahanan data (data resilience) Veeam Software telah meluncurkan layanan Veeam Data Cloud di Indonesia.
Kehadiran platform ini ditujukan untuk menjawab kebutuhan dari meningkatnya kasus kebocoran data yang secara langsung menyerang indeks kedaulatan dan keamanan data di tengah perkembangan era digital.
Menurut Country Leader Veeam Indonesia, Laksana Budiwiyono, tindakan pencadangan atau backup data penting dilakukan sebab hal itu adalah solusi utama yang memudahkan korban ketika terjadi kasus peretasan dan penguncian data.
Memahami permasalah tersebut, Veeam bekerjasama dengan Microsoft meluncurkan platform Software as a Service (SaaS) yang ditempatkan di pusat data lokal Microsoft Azure.
Jadi, pada intinya layanan ini dibuat dengan tujuan menyediakan layanan pencadangan data serta saran profesional ketika terjadi kasus serangan siber, seperti kontaminasi dan penguncian virus 'ransomware'.
Tak Hanya Virus, Hacker Juga Manfaatkan AI
Sedikit kembali pada akar permasalahan utama, tujuan peretasan yang dilakukan oleh hacker itu sendiri bermacam-macam. Ada yang meretas karena ingin mendapatkan uang, atau bahkan membobol hanya untuk mengetes kemampuan.
Melihat tren unik dikalangan peretas, sering kali kita melihat kasus anak muda penggiat teknologi yang ingin terlihat dan dicap sebagai ‘hacker’ karena merasa keren.
Selaras dengan tujuan dari tren tersebut, sekarang ini muncul banyak penipuan yang melibatkan teknologi 'Deepfake' dengan memanfaatkan Artificial Intelligence (AI).
Untuk menghindari penipuan jenis ini caranya terbilang tricky, karena mungkin beberapa orang dapat membedakan dan sebagian lain tidak.
Menyadari hal tersebut, teknologi penanganan serangan skala besar mulai dikembangkan, namun masih bersifat ekslusif untuk perusahaan sehingga tak bisa diakses oleh individu.
"Teknologi ini akan mendeteksi wajah maupun suara untuk mengklasifikasikan apakah gambar dan video ini asli atau buatan komputer," ujar Adithya dalam sesi makan bersama press.