Liputan6.com, Jakarta - Kepala Kelompok Staf Medik Hematologi Onkologi Medik RS Kanker Dharmais, Dr. dr. Hilman Tadjoedin, Sp.PD, K-HOM, mengingatkan masyarakat agar tidak menjadikan hasil dari AI sebagai patokan mutlak untuk diagnosis penyakit apapun.
Apa pun yang dihasilkan AI tetap harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan langsung oleh dokter. "AI bisa saja bilang seorang pasien anemia parah, padahal setelah dicek ternyata hasilnya berbeda. Jadi, apa yang dikatakan AI itu harus dipertajam dan diperhalus oleh dokter. Kita tidak pernah mengobati pasien hanya dengan AI," katanya.
Hal ini disampaikan Hilman dalam acara ROICAM 2025 dengan topik Strategi Ampuh Melawan Kanker: Membangun Sinergi Antara Tenaga Kesehatan dan Stakeholders pada Sabtu, 27 September 2025.
Dia, menilai, kebiasaan self-diagnosis berpotensi membuat masyarakat panik dan menunda kunjungan ke dokter. "Yang diobati itu manusia, jadi tetap harus ditangani oleh orang yang ahli," tambahnya.
Self-Diagnosis Bisa Timbulkan Kepanikan
Pada kesempatan yang sama, Dokter Spesialis Penyakit Dalam Subspesialis Hematologi Onkologi Medik, dr. Eka Widya Khorinal, Sp.PD, K-HOM, FINASIM, menyebut pasien sering datang dengan ketakutan berlebihan setelah membaca analisis AI.
"Misalnya, AI menyebut anemia bisa berarti leukemia. Pasien jadi panik duluan, padahal penyebab anemia bisa bermacam-macam. Di sinilah fungsi dokter untuk menyaring informasi dan memberi nasihat yang tepat," ujarnya.
Fenomena self-diagnosis lewat AI atau internet kerap membuat pasien salah persepsi tentang kondisinya. Hilman, menjelaskan, hasil dari teknologi seharusnya menjadi pintu awal diskusi, bukan dasar untuk mengambil kesimpulan sendiri.
"Kita punya yang namanya AI itu sebagai sarana untuk memperjelas suatu permasalahan. Namun, perlu dipahami bahwa AI tidak bisa digunakan secara menyeluruh," tambahnya.
Misalnya, di laboratorium hasil Hemoglobin tercatat sangat rendah, tapi pasien tampak segar, tidak pucat, tidak sesak napas, dan tidak ada keluhan lainnya.
"Maka dokter akan tetap melihat kondisi pasien secara menyeluruh, bukan hanya dari angka di laboratorium," katanya.
Peran Dokter Tetap Tidak Tergantikan
Eka, menambahkan, meski AI bisa membantu mempercepat akses informasi, keputusan medis tetap tidak bisa digantikan. Menurutnya, interaksi langsung antara pasien dan tenaga medis sangat penting agar tidak ada misinformasi.
"Pasien sering buru-buru datang ke dokter karena AI menyebut penyakit serius. Itulah fungsi kami sebagai dokter, yaitu menyaring informasi tersebut dan memberikan advice yang tepat bagi pasien," ujarnya.