Liputan6.com, Jakarta - Linen rumah sakit, mulai dari tirai, sprei, hingga pakaian pasien, sering dipandang sepele. Padahal, benda-benda berbahan kain ini bisa menjadi media penyebaran infeksi berbahaya, baik virus, bakteri, maupun jamur.
Hal ini disampaikan Founder Anagata Textile, Dian Chrisna Murti, dalam acara peluncuran produk tekstil medis Anagata Beyond Textile di ajang Indonesia International Hospital Expo 2025 pada Kamis, 25 September 2025.
"Sebagai produsen linen medis itu saya melihat bahwa kain medis itu bukan kain biasa. Enggak bisa disamakan dengan kain yang umum. Akhirnya kita tergerak untuk mendevelop tekstil yang memang digunakan khusus untuk medis," ujar Dian.
Menurut Dian, risiko penularan penyakit bisa datang dari benda yang tampak sederhana, termasuk kain rumah sakit. Bahkan, pasien di ruang gawat darurat sekalipun tetap membutuhkan perlindungan dari potensi infeksi yang menempel pada kain.
"Jadi, kain-kain tirai, seprei, dan lain-lain itu sebenarnya bisa dilindungi. Bisa mengurangi tingkat penyebaran infeksi. Jadi begitu ada virus nempel di kain, otomatis dia melemah dan lama-lama mati," katanya.
Risiko Infeksi dari Linen
Dian menegaskan bahwa kesadaran publik terhadap higienitas memang meningkat sejak pandemi COVID-19. Namun, isu penularan penyakit melalui kain di rumah sakit masih jarang diperhatikan.
Padahal, Dian menilai bahwa linen medis adalah salah satu media paling rentan menyebarkan infeksi silang. "Banyak orang yang berpikir steril itu hanya berlaku di ruang operasi atau ICU. Padahal, di ruang gawat darurat maupun ruang rawat biasa pun risikonya tetap tinggi," ujarnya.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Anagata bekerja sama dengan perusahaan teknologi asal Swiss, HeiQ, dalam mengembangkan kain medis berteknologi antivirus. Kain ini dilapisi menggunakan proses kimia bersuhu tinggi sehingga partikel aktif bisa mengikat sempurna pada serat kain.
Direktur HeiQ Indonesia, Eric Tanudjaja, menjelaskan, lapisan kimia tersebut membuat virus, bakteri, maupun jamur yang menempel di atas kain cepat melemah.
"Kimia tersebut menjaga lapisan permukaan kain Anagata, supaya ketika ada virus, bakteri, ataupun jamur yang menempel di atas kain, dalam waktu hitungan detik akan rusak, sehingga dia tidak berfungsi, jadi tidak aktif," kata Eric.
Dengan teknologi ini, linen rumah sakit tidak hanya berfungsi secara estetika, tapi juga memberikan perlindungan ekstra terhadap penularan penyakit di lingkungan medis.
Nyaman dan Efisien untuk Rumah Sakit
Selain aspek proteksi, kenyamanan pasien juga menjadi perhatian. Anagata meluncurkan produk selimut dengan teknologi Smart Temp yang bisa menyesuaikan suhu tubuh pasien.
"Kalau pasien itu kan ada yang meriang, nah itu dia bisa menghangatkan. Begitu juga dengan kalau pasiennya tiba-tiba kepanasan, dia bisa mendinginkan," kata Dian.
Lebih lanjut, inovasi kain medis ini juga membantu efisiensi operasional rumah sakit. Kain medis Anagata bisa dicuci dengan prosedur biasa, tanpa perlu perlakuan khusus yang mahal.
"Jadi enggak cuma proteksi, kenyamanan sampai dengan efisiensi buat bisnis hospital-nya juga. Jadi, kayak dicucinya harus gampang. Tahan pencucian rumah sakit. Hal itu semua menjadi bagian dari penelitiannya Anagata," kata Dian.
Dorongan dari Kekhawatiran Selama Ini
Dian mengungkapkan bahwa ide pengembangan kain medis bermula dari kekhawatiran akan kondisi baju medis yang selama ini dianggap dibuat asal.
"Selama ini kain medis seringkali dibuat cuma asal. Kain, dijahit, selesai. Padahal, kebutuhan medis jauh lebih kompleks dan butuh perlindungan ekstra," ujarnya.
Melalui inovasi ini, pihaknya berharap rumah sakit di Indonesia bisa lebih memperhatikan peran linen sebagai salah satu media penting dalam pencegahan infeksi silang.
Dengan begitu, pasien dan tenaga medis mendapat perlindungan yang lebih baik, sekaligus meningkatkan kualitas layanan kesehatan secara menyeluruh.