Liputan6.com, Jakarta - Linen rumah sakit, mulai dari tirai, sprei, pakaian pasien, hingga baju tenaga medis, ternyata punya batas pemakaian. Berdasarkan standar yang berlaku, usia linen hanya sampai 150 kali cuci. Jika melewati jumlah tersebut, risiko penyebaran infeksi meningkat drastis.
Inilah yang membuat rumah sakit harus benar-benar cermat dalam mengelola cucian mereka. Tak hanya soal kebersihan, tapi juga keamanan pasien dan tenaga kesehatan yang setiap hari bersentuhan langsung dengan kain medis tersebut.
Di era digital, manajemen linen rumah sakit tak lagi harus mengandalkan cara lama dengan pencatatan manual. Teknologi RFID (Radio Frequency Identification) kini hadir sebagai solusi efisien.
Founder Anagata Textile, Dian Chrisna Murti, menjelaskan, penerapan RFID mampu menggantikan sistem lama yang rentan human error.
"Umur linen itu kan berapa kali cuci. Dengan RFID ini otomatis akan langsung ketahuan," ujarnya dalam peluncuran produk tekstil medis Anagata Beyond Textile di Indonesia International Hospital Expo 2025 pada Kamis, 25 September 2025.
Cara Kerja RFID di Linen Medis
Cara kerjanya sederhana. Linen medis dijahit dengan tag kecil berteknologi RFID. Setiap kali melewati mesin sensor, baik saat di laundry maupun saat kembali ke rumah sakit, data pemakaian akan langsung tercatat otomatis. Dengan begitu, rumah sakit bisa memantau masa pakai linen secara real time.
"Kalau misalnya troli baju kotor di rumah sakit lewat reader, otomatis langsung terdata. Jadi, tidak perlu lagi contreng-contereng manual," tambah Dian.
Dashboard digital yang terintegrasi dengan Internet of Things (IoT) membuat manajemen rumah sakit bisa memantau jumlah pemakaian, umur kain, hingga efektivitas laundry secara transparan.
Selain memudahkan manajemen, inovasi lain juga hadir melalui kain medis dengan perlindungan antivirus. Anagata Beyond Textile menggandeng perusahaan teknologi asal Swiss, HeiQ, untuk mengembangkan kain medis berteknologi tinggi.
Menurut Direktur HeiQ Indonesia, Eric Tanudjaja, kain tersebut diproses menggunakan teknik kimia bersuhu tinggi agar lapisan antivirus menempel sempurna dan tahan cuci.
"Kimia tersebut menjaga lapisan permukaan kain Anagata, supaya ketika ada virus, bakteri, ataupun jamur yang menempel di atas kain, dalam hitungan detik akan rusak dan tidak aktif," kata Eric.
Linen Rumah Sakit Lebih dari Sekadar Kain Biasa
Perlindungan ekstra ini penting karena linen rumah sakit bukan sekadar elemen estetika. Tirai, sprei, hingga pakaian pasien bisa menjadi media penyebaran penyakit bila tidak dilengkapi proteksi khusus.
"Banyak orang berpikir steril itu hanya di ruang operasi atau ICU. Padahal, di ruang gawat darurat atau rawat biasa pun risiko penularan tetap tinggi," ujar Dian.
Dian menegaskan bahwa kain medis tidak bisa disamakan dengan kain biasa. Faktor keamanan, higienitas, dan perlindungan terhadap infeksi menjadi prioritas utama.
"Sebagai produsen linen medis, saya melihat kain medis itu bukan kain biasa. Gak bisa disamakan dengan kain yang umum. Akhirnya kami tergerak untuk mendevelop tekstil yang memang digunakan khusus untuk medis," ujarnya.
Selain perlindungan, aspek kenyamanan juga tetap diperhatikan agar pasien dan tenaga medis merasa lebih aman dan nyaman selama perawatan.
Mengurangi Risiko Infeksi di Rumah Sakit
Inovasi RFID dan kain antivirus menjadi jawaban atas tantangan yang dihadapi dunia medis. Dengan sistem digital, rumah sakit bisa memastikan linen diganti tepat waktu sesuai standar. Sementara lapisan antivirus membantu mengurangi penyebaran penyakit melalui kain.
"Jadi kain-kain tirai, seprei, dan lain-lain itu sebenarnya bisa dilindungi. Begitu ada virus nempel di kain, otomatis dia melemah dan lama-lama mati," tambah Dian.
Pada akhirnya, membersihkan linen rumah sakit bukan hanya soal mencuci bersih, tapi juga menjaga kualitas, masa pakai, serta memberi perlindungan ekstra terhadap infeksi.
Kombinasi efisiensi digital lewat RFID dan perlindungan antivirus dari HeiQ menjadi rahasia di balik linen medis yang aman, higienis, sekaligus nyaman digunakan.