Liputan6.com, Jakarta Dokter jantung dan pembuluh darah subspesialis kardiologi pedriatrik dan penyakit jantung bawaan (PJB), Aditya Agita Sembiring menegaskan bahwa olahraga apapun bentuknya jauh lebih baik daripada tidak berolahraga sama sekali.
Menurutnya, banyak orang enggan memulai karena menganggap olahraga harus berat dan rutin. Padahal, langkah kecil sudah memberikan manfaat bagi kesehatan jantung.
“Sekarang lagi trend, anything is better than nothing,” ujar Aditya dalam acara Hospital Visit Eksklusif: Menyaksikan Transformasi Harapan Bagi Pasien Penyakit Bawaan (PJB) pada Rabu, 24 September 2024.
“Seminggu sekali is better daripada nggak sama sekali. 2 kali seminggu is better daripada nggak sama sekali. Jadi dari segi frekuensi, anything is better,” tambah dokter dari Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita ini.
Pernyataan Aditya tersebut menjadi penting di tengah gaya hidup modern yang serba sibuk. Banyak orang terjebak dengan pola kerja yang membuat tubuh pasif. Dengan prinsip anything is better than nothing, menegaskan bahwa yang terpenting adalah berolahraga.
Sedikit Tapi Konsisten
Lebih lanjut, Aditya juga menjelaskan bahwa jenis olahraga tidak harus sama untuk setiap orang. Justru, pilihan terbaik adalah menyesuaikan dengan hobi dan kenyamanan masing-masing.
“Dari segi jenis, anything is better, literally. Make your hobby. Kalau hobinya berenang, berenang, silahkan. Hobinya sepeda, sepeda, silahkan. Hobinya main bowling, main bowling, silahkan,” ungkapnya.
Menurutnya, olahraga tidak harus berupa lari atau angkat beban yang intens. Aktivitas fisik yang membuat tubuh bergerak sudah cukup untuk memelihara kesehatan jantung.
“Jadi anything is better. Nanti lambat laun, mulai eskalasi,” tegas Aditya.
Ia menekankan, kebiasaan berolahraga sebaiknya dimulai dari hal sederhana. Sama seperti anak kecil yang awalnya merangkak lalu berjalan, tubuh manusia perlu beradaptasi secara bertahap.
“Nggak bisa kayak Kipchoge (pelari jarak jauh asal Kenya) lari langsung maraton, pace 3, nggak bisa. Pasti awalnya kalau mau lari, buat aja dulu (niat) ‘Oh saya mau lari, pace rendah, pace 11 12, 30 menit, yang penting saya kuat, ngga berhenti.’ Jadi, 30 menit dirutinin, lama-lama naik eskalasi,” jelasnya.
Lakukan Sesuai Kesanggupan Diri
Lebih jauh, Aditya menekankan yang terpenting adalah konsistensi dibandingkan durasi olahraga. Untuk durasi olahraga, semua dikembalikan pada kemampuan tubuh masing-masing orang.
“Aman yang paling bagus, yang dijalankan konsisten. Itu yang bagus. Jadi kunci disini adalah konsistensi,” katanya.
Menurut Aditya, bukan hanya olahraga dengan durasi lama yang bisa dianggap bermanfaat bagi tubuh, sekecil apapun gerak tetap bermanfaat dibandingkan dengan tidak bergerak sama sekali.
“Bukan berarti Anda lari 1 jam lebih bagus daripada Anda lari 15 menit. Kalau Anda sanggupin 15 menit, larilah 15 menit. Nggak sanggup setiap hari, larilah setelah sehari. Nggak sanggup setelah sehari, larilah setiap 2 hari sekali. Nggak ada masalah,” jelas Aditya.
Selain itu, Aditya juga menjelaskan bahwa tidak ada waktu terbaik yang menjadi patokan untuk berolahraga, baik pagi, siang, ataupun malam, olahraga tetap bisa dilakukan.
“Tidak ada data yang menyebutkan bahwa olahraga pagi is better than malam, bahwa siang is better than malam,” ujarnya.
Persiapan Sebelum Olahraga itu Penting
Kemudian, Aditya juga menyebutkan pentingnya persiapan sebelum olahraga, terutama bagi mereka yang melakukannya setelah jam kerja. Ia mengingatkan bahwa kondisi tubuh harus siap agar tidak terjadi hal-hal berbahaya.
“Namanya olahraga, pasti kita harus siapin kondisi. Misalnya, udah makan sebelumnya. Jam 5, kita nge-gym jam 7 nih. Jam 5 udah harus makan dulu,” ujarnya.
Ia menambahkan, kekeliruan terbesar adalah berolahraga tanpa energi yang cukup. Hal itu bisa memicu hipoglikemia atau penurunan kadar gula darah mendadak yang bisa berujung kematian.