Liputan6.com, Jakarta - Kepedulian lingkungan di sekolah kini memiliki alat ukur yang lebih jelas dan terstruktur. Bakti Barito Foundation meluncurkan instrumen nasional terbaru yang dapat digunakan untuk mengukur kepedulian lingkungan sekolah dan siswa.
Direktur Bakti Barito Foundation, Dian Purbasari menjelaskan bahwa sejak program Adiwiyata berjalan pada 2006, belum ada parameter yang komprehensif bagi sekolah untuk menilai sejauh mana perilaku peduli lingkungan sudah diterapkan.
"Kami menyadari bahwa sejak awal belum ada instrumen yang tersentralisasi dan komprehensif. Karena itu kami bekerja sama dengan berbagai pihak untuk menyusun alat ukur ini," ujar Dian dalam acara Instrumen Nasional Pengukuran Kepedulian Perilaku Peduli Lingkungan Hidup di Best Western Premier, Jakarta Timur pada Rabu, 24 September 2025.
Instrumen ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu Instrumen Pengukuran Perilaku Peduli Lingkungan Hidup Siswa (IPPLHS) dan Instrumen Kinerja Peduli Lingkungan Hidup Sekolah (IKPLHS).
"Sekolah bisa menggunakannya sebagai self-assessment, baik yang sudah ikut Adiwiyata maupun yang belum," tambah Dian.
Uji coba instrumen telah dilakukan di sejumlah sekolah di Garut. Hasilnya menjadi panduan bagi sekolah untuk melihat aspek mana yang masih lemah, seperti manajemen, kurikulum, atau aksi kolektif.
Tahapan Penilaian Sekolah dengan Instrumen Baru
Dian menjelaskan bahwa instrumen ini juga menyusun tahapan perkembangan sekolah dalam membangun budaya peduli lingkungan. Tahap pertama adalah sekadar aware atau sadar pentingnya lingkungan, tapi belum ada sistem yang berjalan.
Tahap berikutnya adalah membangun komitmen dan kebiasaan sederhana, misalnya piket kebersihan kelas. Selanjutnya, kebiasaan tersebut mulai terintegrasi dalam pembelajaran.
"Lalu yang kedua membangun komitmen dan kebiasaan. Jadi tadi melakukan piket kebersihan," ujar Dian.
Tahap keempat adalah pemanfaatan data untuk mendukung kebijakan dan pemberdayaan warga sekolah. Sementara tahap kelima disebut limit, yaitu kondisi ketika sekolah mandiri dalam menerapkan kepedulian lingkungan secara menyeluruh.
Jadi Alat Evaluasi dan Dasar Kebijakan
Lebih lanjut, instrumen ini tidak hanya untuk administrasi, tapi juga menjadi alat evaluasi. Dian, mencontohkan, jika skor sekolah tinggi tetapi skor siswanya rendah, berarti ada kesenjangan dalam pelaksanaannya.
"Jika sekolah memiliki skor IPK-PLKS yang tinggi, tapi siswanya rendah, ini bisa menjadi bahan evaluasi bagi sekolah," ujarnya.
Hasil penilaian juga dapat dijadikan dasar bagi pembuat kebijakan untuk memberi penghargaan atau insentif kepada sekolah yang benar-benar menunjukkan aksi nyata dalam kepedulian lingkungan.
Ke depan, instrumen ini diharapkan berkembang menjadi indeks nasional. Dengan adanya indeks tersebut, sekolah, siswa, dan guru dapat melihat sejauh mana perkembangan kepedulian lingkungan dan menentukan langkah perbaikan.
"Ini merupakan langkah awal. Harapannya, kita coba lebih banyak lagi untuk menjadi sebuah indeks nasional. Tentu ini bisa mempermudah bagi sekolah, siswa, dan guru untuk melihat sudah sejauh mana, dan juga untuk meningkatkan diri lebih jauh," pungkas Dian.