Mendidik Anak Yatim Piatu Sosial dan Pentingnya Partisipasi Semesta

2 hours ago 3
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
MI/Seno MI/Seno(Dok. Pribadi)

DATA Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menunjukkan bahwa peran orangtua dalam pendidikan dan pengasuhan anak masih sangat memprihatinkan. KPAI juga melaporkan hanya sekitar 23% orangtua yang memperoleh pendidikan parenting. Padahal, parenting penting untuk menumbuhkan kesadaran sekaligus memberikan keterampilan orangtua agar mampu mendidik dan mengasuh buah hatinya dengan baik.

KPAI juga melaporkan bahwa sepanjang 2024, terdapat 2.057 pengaduan kasus pelanggaran terhadap hak anak. Kasus-kasus itu mencakup berbagai persoalan, dari pengasuhan bermasalah hingga kekerasan seksual. Hal itu mencerminkan belum optimalnya sistem perlindungan anak di negeri tercinta. Dampaknya, kasus kekerasan terhadap anak terus mengalami peningkatan.

KPAI secara khusus menekankan pentingnya perhatian pada insiden kekerasan seksual terhadap anak. Hal itu karena sepanjang 2024, setidaknya ada 265 kasus kekerasan seksual terhadap anak yang dilaporkan ke KPAI. Tujuh kasus di antaranya terjadi di lembaga pendidikan dan pengasuhan alternatif. Kasus kekerasan seksual juga terjadi di lembaga pendidikan formal, nonformal, dan informal.

Bahkan, publik sempat dihebohkan dengan beberapa insiden kekerasan seksual yang terjadi di lembaga pendidikan berbasis asrama dan pondok pesantren. Kekerasan terhadap anak, apalagi terjadi di lembaga pendidikan, tentu sangat ironis. Anak-anak yang semestinya memperoleh kenyamanan tatkala berada di lembaga pendidikan justru menjadi korban kekerasan dalam berbagai bentuk: verbal, fisik, dan seksual.

Pada konteks itulah, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menekankan pentingnya menjadikan sekolah sebagai rumah kedua bagi anak. Untuk itu, ekosistem di sekolah penting dikelola agar lebih ramah dalam mendidik dan mengasuh anak-anak. Harapannya, anak-anak akan merasa lebih aman dan nyaman tatkala berada di sekolah.

Pertanyaannya, bagaimana tatkala anak-anak berada di rumah pertama, yakni tempat tinggal mereka bersama orangtua dan keluarga inti mereka? Jawabnya, untuk anak-anak yang memiliki orangtua yang terdidik (well educated), pasti akan memperoleh pendidikan dan pengasuhan terbaik. Hal itu karena orangtua berkategori well educated otomatis memiliki kesadaran dan keterampilan dalam mendidik anak.

Problemnya ialah ketika anak-anak tidak memperoleh pendidikan dan pengasuhan terbaik dari orangtua. Penyebab anak-anak tidak memperoleh pendidikan dan pengasuhan terbaik dari orangtua tentu sangat beragam. Di antaranya bisa jadi karena orangtua biologis dari anak itu sudah meninggal dunia atau karena kedua orangtua tersebut memang abai terhadap pendidikan dan pengasuhan anak.

Dari kondisi inilah kita mengenal dua istilah yang ada di tengah-tengah masyarakat, yakni anak yatim piatu dan anak yatim piatu sosial. Dua terma ini penting dipahami agar kita dapat memberikan solusi yang tepat untuk memenuhi hak pendidikan dan pengasuhan untuk anak. Ingat, pendidikan dan pengasuhan yang bermutu adalah hak setiap anak sekaligus kunci pembangunan bangsa.

FENOMENA YATIM PIATU SOSIAL

Kata yatim piatu terasa sudah begitu populer. Yatim piatu berarti seorang anak yang kehilangan kedua orangtuanya karena telah meninggal dunia. Karena kondisi yang dialami itulah, anak-anak yatim piatu harus diperlakukan dengan baik. Sejumlah ayat dalam Al-Qur’an juga membahas anak yatim piatu.

Ayat Al-Qur’an yang membahas anak-anak yatim piatu itu menekankan kewajiban untuk menolong mereka. Bahkan, ada juga larangan untuk menghardik anak yatim piatu (QS Al-Ma'un: 2). Dalam surat Al-Ma'un ditegaskan bahwa orang yang tidak tergerak untuk menolong anak-anak yatim piatu dan tidak memberi makan fakir miskin digolongkan sebagai pendusta agama.

Dari ajaran inilah lahir teologi tolong-menolong (the theology of al-ma'unism). Teologi tolong-menolong ini begitu mempengaruhi pikiran dan amal perjuangan KH Ahmad Dahlan. Berangkat dari doktrin al-ma'unisme inilah, pendiri sekaligus ideolog Muhammadiyah tersebut menekankan pentingnya ajaran tentang mengabdi dan memberi. Bahwa tangan di atas itu lebih baik daripada tangan yang ada di bawah (al-yadul ‘ulya khairun min yadis sufla). Juga ajaran sedikit berbicara, banyak bekerja.

Spirit ajaran dalam surat Al-Ma’un itu telah menjadi spirit bagi Muhammadiyah hingga dikenal luas sebagai gerakan keagamaan yang menekankan pentingnya beramal (a faith with action). Dalam berdakwah, Muhammadiyah lebih banyak menekankan pada aspek yang konkret-nyata, bukan sekadar retorika. Dari spirit ajaran Al-Ma’un inilah lahir berbagai amal usaha Muhammadiyah, terutama di bidang pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial.

Teologi al-ma'unisme juga mengajarkan pentingnya kita memberikan perlindungan, kasih sayang, memenuhi kebutuhan anak yatim piatu, dan melarang perbuatan yang menyakiti mereka. Pertanyaannya, apa perbedaan yatim piatu dan yatim piatu sosial? Dan bagaimana keberpihakan kita terhadap anak-anak yang tergolong yatim piatu sosial?

Dalam salah suatu kesempatan, Mendikdasmen Abdul Mu’ti mengenalkan istilah yatim piatu sosial. Menurut Mendikdasmen, yatim piatu sosial merujuk pada kondisi anak-anak yang secara sosial mengalami yatim piatu. Mereka menjadi yatim piatu bukan karena kedua orangtua mereka meninggal dunia. Disebut yatim piatu sosial karena mereka tidak memperoleh pendidikan dan pengasuhan dari kedua orangtua biologis mereka.

Meskipun kedua orangtua biologis mereka masih hidup, mereka tidak mampu menunaikan tugas mendidik dan mengasuh buah hati mereka. Orangtua yang tidak mampu menjalankan tugas pendidikan dan pengasuhan pada anak biologisnya tentu disebabkan banyak faktor. Di antaranya adalah karena mereka tidak memiliki seperangkat kemampuan untuk mendidik dan mengasuh anak.

Penyebab lainnya adalah kondisi orangtua mengalami perceraian. Dampaknya, kedua orangtua biologis anak berpisah. Problem kehidupan keluarga yang mengakibatkan hubungan kedua orangtua tidak harmonis dapat mengakibatkan anak-anak menjadi yatim piatu sosial. Dampaknya, anak-anak tidak memperoleh pendidikan dan pengasuhan sebagaimana seharusnya.

Persoalan kemiskinan dan pengangguran yang dialami orangtua juga dapat menjadikan anak-anak tidak memperoleh pendidikan dan pengasuhan terbaik. Di beberapa daerah dengan tingkat kemiskinan dan pengangguran ekstrim telah memaksa sebagian orangtua merantau ke luar kota. Tujuannya adalah memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak untuk kehidupan keluarga.

Bahkan, tidak sedikit orangtua yang terpaksa menjadi pekerja migran Indonesia (PMI). Mereka bekerja sebagai PMI di luar negeri dan tinggal jauh dari buah hati mereka. Seiring dengan kondisi ekonomi negeri yang sedang tidak baik-baik saja seperti saat ini, tentu jumlah orangtua yang menjadi PMI pasti terus meningkat. Kondisi keluarga yang ditinggal oleh orangtua bekerja di luar negeri jelas berdampak pada pola pendidikan dan pengasuhan anak.

Di samping persoalan tersebut, sejumlah penyakit sosial akibat kecanduan narkoba, judi online, tindak pidana, dan kesehatan mental yang dialami orangtua juga menjadi penyebab anak-anak mengalami yatim piatu sosial. Orangtua yang terjangkit penyakit sosial bisa dikenai hukuman. Mereka terpaksa menjalani kehidupan terpisah dari anak mereka. Pelaku penyakit sosial juga bisa dikucilkan dari pergaulan antarmasyarakat.

PERLU PARTISIPASI SEMESTA

Kondisi orangtua yang tidak mampu menunaikan tugas mendidik dan mengasuh anak dengan baik jelas berpengaruh pada tumbuh kembang anak (child wellbeing). Anak-anak yatim piatu sosial yang tinggal di perdesaan barangkali tidak banyak masalah. Hal itu karena selalu keluarga besar dari orangtua anak yang hadir sebagai penolong.

Konsep keluarga besar (extended family) terbukti banyak membantu pendidikan dan pengasuhan anak-anak yang mengalami yatim piatu sosial. Jika kedua orangtua biologis tidak mampu mendidik dan mengasuh anak dengan baik, tugas itu dapat digantikan mereka yang masih ada ikatan kekeluargaan.

Kondisi masyarakat di perdesaan umumnya juga masih sangat kuat ikatan kekerabatannya. Budaya saling menolong dan bergotong royong begitu kuat di antara keluarga yang hidup di desa. Ikatan solidaritas sosial keluarga yang tinggal di desa jelas membantu pendidikan dan pengasuhan anak-an...

Read Entire Article