Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (Wamen P2MI) Christina Aryani membahas peluang kerja sama penempatan pekerja migran Indonesia ke negara Eropa Timur dengan PT Tenhal.
"Kementerian kami terus membuka ruang dialog dengan sektor swasta untuk memperluas akses penempatan pekerja migran Indonesia ke pasar kerja global, utamanya Eropa Timur yang menjadi fokus Tenhal," kata Christina dalam sebuah keterangan di Jakarta, Senin (28/7).
Pernyataan itu dia sampaikan setelah menyambut Co-Founder PT Tenhal Bekerja Bersama, Abetnego Tarigan, di kantor Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI), Jakarta, Senin.
Christina mengatakan bahwa PT Tenhal fokus pada penempatan pekerja Indonesia di Eropa Timur, yakni Slovakia, Polandia, Bulgaria, Turki, Kroasia, Republik Ceko dan Hungaria.
"Tenhal bisa membantu pemerintah membuka keran penempatan ke sektor-sektor formal yang aman dan terverifikasi," sambung Wamen P2MI itu.
Sementara itu, Co Founder PT Tenhal Bekerja Bersama, Abetnego Tarigan, menambahkan bahwa saat ini lembaganya fokus memperluas peluang penempatan di Eropa Timur untuk pekerja Indonesia di sektor industri, baik manufaktur dan jasa.
Dia mencatat peluang penempatan itu sangat terbuka luas. Hanya dari kurun waktu 2025–2026 saja, Abetnego mengungkapkan ada 1.500 lowongan kerja yang bisa dimanfaatkan pekerja migran Indonesia.
"Kami melihat permintaan yang sangat signifikan untuk tenaga kerja dari Indonesia, baik di sektor manufaktur maupun jasa, khususnya perhotelan. Bahkan, untuk 2025–2026, permintaan yang sudah masuk ke kami mencapai lebih dari 1.500 orang," katanya.
Meski begitu, Abetnego mengatakan ada beberapa tantangan yang menghambat penempatan tersebut, di antaranya kebutuhan verifikasi job order yang cepat dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI).
Menurutnya, hal itu sangat memengaruhi waktu dan keandalan proses rekrutmen.
"Misalnya, verifikasi untuk pengeluaran job order yang lambat bisa menghambat keseluruhan rantai penempatan, bukan hanya bagi kami, tapi juga bagi perusahaan-perusahaan lain," katanya.
Selain itu, Abetnego juga menyoroti perubahan skema pembiayaan tenaga kerja oleh negara tujuan.
Saat ini, kata dia, banyak negara Eropa tidak lagi menanggung biaya penempatan. Sementara di sisi lain, masih ada persepsi publik di Indonesia bahwa penempatan pekerja migran selalu bebas biaya.
"Tadi dijelaskan oleh Ibu Wamen bahwa kebijakan bebas biaya hanya berlaku untuk sektor domestik, seperti pekerja rumah tangga. Sedangkan untuk sektor industri, pembiayaan seperti tiket dan visa dibenarkan secara regulasi," imbuhnya.
Isu lain yang dibahas dalam pertemuan tersebut yaitu status pekerja migran Indonesia yang sudah berada di Eropa namun belum tercatat sebagai pekerja migran resmi.
Abetnego mengatakan banyak dari mereka berada di zona abu-abu hukum karena tidak melalui skema prosedural.
"Ibu Wamen Christina juga menyampaikan pemerintah telah menyiapkan mekanisme untuk mendukung mereka agar bisa mendapatkan legalitas melalui penerbitan Kartu Pekerja Migran Indonesia (E-PMI) tanpa harus kembali ke tanah air," kata dia.
Hal itu, menurutnya, sangat penting karena selama ini banyak pekerja non-prosedural yang ingin beralih ke jalur resmi tali sulit jika harus pulang dulu ke Indonesia. Biayanya besar sekali.
Namun, dia mengatakan saat ini ada jalan untuk mendapatkan legalitas di negara tujuan langsung.
"Kami siap mendukung KemenP2MI dalam menyosialisasikan regulasi baru dan menjadi mitra dalam pelatihan atau penguatan kompetensi pekerja. Karena bagi kami, ini adalah peluang luar biasa dan momentum untuk menunjukkan kekuatan SDM Indonesia," imbuh Abetnego.
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.