Liputan6.com, Jakarta - Budaya peduli lingkungan bukan hanya urusan sekolah besar dengan fasilitas lengkap. Sekolah kecil dengan jumlah murid terbatas pun bisa berperan penting jika memiliki komitmen yang kuat.
Hal ini terungkap dalam acara Instrumen Nasional Pengukuran Kepedulian di Lingkungan Sekolah yang digelar di Best Western Premier, Jakarta Timur, pada Rabu, 24 September 2025.
Direktur Eksekutif Secercah Harapan Indonesia di Jogja, Maulana Sriyono, menegaskan bahwa selama ini ada anggapan keliru bahwa program lingkungan seperti Adiwiyata hanya bisa dijalankan sekolah-sekolah besar.
"Kadang kita beranggapan Adiwiyata itu harus sekolah besar, mewah, dengan fasilitas bagus. Padahal kalau punya komitmen, sekolah kecil pun bisa masuk Adiwiyata," kata Maulana.
Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Yayasan Bakti Barito, Dian Purbasari, yang menekankan bahwa kepedulian terhadap lingkungan harus menjadi budaya bersama.
Menurutnya, dampak dari perilaku tidak peduli lingkungan dirasakan oleh semua orang, tanpa memandang usia atau bangsa.
"Ini dampaknya ke semua, baik tua, muda, apapun bangsanya. Karena itu, peran serta semua juga penting untuk memitigasi perubahan iklim," ujar Dian.
Sekolah Jadi Titik Awal Budaya Peduli Lingkungan
Lebih lanjut, Dian menegaskan bahwa isu lingkungan tidak mengenal batas wilayah. Setiap individu, baik di rumah maupun di sekolah, akan terkena dampaknya.
"Di rumah hidup itu kita pasti kena, kita tidak punya batas negara. Itu satu kena, semua kena," tambahnya. Oleh karena itu, sekolah menjadi titik awal penting dalam membangun budaya peduli lingkungan.
Mulai dari pengelolaan sampah hingga penghijauan, kebiasaan yang ditanamkan di sekolah akan terbawa ke rumah dan masyarakat.
Murid yang terbiasa memilah sampah atau menanam pohon akan memengaruhi keluarga dan lingkungannya untuk melakukan hal yang sama.
Tantangan: Data Masih Terbatas
Meski baik sekolah besar maupun kecil bisa berperan, tantangan yang muncul adalah keterbatasan data. Maulana mengungkapkan bahwa masih banyak program lingkungan berjalan tanpa basis data yang jelas.
"Kami kalau mau melakukan intervensi, data itu masih scattered, masih belum muncul," kata Maulana.
Kondisi ini membuat hasil program tidak maksimal. Oleh karena itu, kolaborasi antar pihak dinilai sangat penting agar ada pertukaran data yang akurat.
Dengan data yang jelas, baik sekolah maupun pemerintah dapat mengambil langkah konkret, mulai dari pengelolaan sampah, penghijauan, hingga pembentukan karakter peduli lingkungan bagi generasi muda.