Jakarta (ANTARA) - Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede menilai pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah dipengaruhi serangkaian rilis data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang menunjukkan ketahanan aktivitas ekonomi.
Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan hari Jumat di Jakarta melemah sebesar 51 poin atau 0,31 persen menjadi Rp16.339 per dolar Amerika Serikat (AS) dari sebelumnya Rp16.288 per dolar AS.
"S&P Manufacturing PMI (Purchasing Managers' Index) meningkat ke 53,3 pada Agustus 2025 dari 49,8 di Juli 2025, melampaui ekspektasi pasar di 49,5 sekaligus mencatat level tertinggi sejak Mei 2022," ujarnya kepada ANTARA di Jakarta, Jumat.
Kenaikan tersebut dinilai mencerminkan pertumbuhan pesanan baru yang solid, sekaligus menandakan perbaikan kembali pada kondisi manufaktur setelah sempat melemah pada Juli 2025.
Di sektor jasa, S&P Services PMI turun tipis menjadi 55,4 pada Agustus 2025 dari level tertinggi sepanjang tahun 55,7 di Juli 2025, tetapi tetap jauh di atas konsensus pasar sebesar 54,2. Hal ini disebut mengindikasikan sektor jasa AS masih tumbuh kuat.
Sementara itu, penjualan rumah existing meningkat 2 persen month to month (MoM) menjadi 4,01 juta unit di Juli 2025, kenaikan terbesar sejak Februari 2025 dan lebih tinggi dari proyeksi pasar sebesar 3,92 juta unit.
Data survei juga menunjukkan biaya input yang tinggi, sehingga mendorong perusahaan menaikkan harga jual dengan laju tercepat dalam tiga tahun. Ini sejalan dengan tekanan inflasi tertinggi sejak tiga tahun terakhir yang tercermin dalam survei The Philadelphia Fed.
"Indeks harga yang dibayar naik 8 poin menjadi 66,8 pada Agustus 2025, level tertinggi sejak Mei 2022," ungkap Josua.
Untuk sinyal pasar tenaga kerja, lanjutnya, terpantau beragam. Survei S&P menunjukkan penguatan kondisi tenaga kerja, namun terjadi peningkatan initial jobless claims yang mencapai level tertinggi sejak 2021, yakni sebesar 11 ribu dari pekan sebelumnya menjadi 235 ribu pada pekan kedua Agustus 2025.
Capaian tersebut melampaui perkiraan 225 ribu dan mencatat kenaikan mingguan tertinggi dalam dua bulan terakhir.
Adapun sentimen dari dalam negeri dipengaruhi rilis Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal II 2025 oleh Bank Indonesia (BI) yang mencatat defisit sebesar 6,74 miliar dolar AS, meningkat dibandingkan defisit 0,79 miliar dolar AS pada kuartal sebelumnya.
"Pelebaran defisit tersebut disebabkan oleh pelebaran defisit pada neraca transaksi berjalan maupun neraca transaksi finansial, dipicu oleh meningkatnya ketidakpastian global akibat Trade War 2.0 serta eskalasi ketegangan geopolitik," kata Kepala Ekonom Permata Bank.
Selain itu, defisit transaksi berjalan melebar jadi 3,01 miliar dolar AS atau -0,84 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada kuartal II 2025, dibandingkan 0,23 miliar dolar AS atau -0,07 persen dari PDB pada kuartal I 2025.
Tekanan tambahan juga datang dari sentimen global, terutama menjelang simposium tahunan Jackson Hole yang diselenggarakan oleh The Fed yang berpotensi memberikan kejelasan arah kebijakan suku bunga ke depan.
"Hari ini, rupiah diperkirakan bergerak dalam kisaran Rp16.225-Rp16.375 per dolar AS," ucap dia.
Baca juga: Rupiah pada Jumat pagi melemah jadi Rp16.339 per dolar AS
Baca juga: Rupiah melemah seiring sikap hati-hati pasar jelang rilis rapat FOMC
Baca juga: Perbanas: BI pangkas bunga acuan karena rupiah cenderung lebih stabil
Pewarta: M Baqir Idrus Alatas
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.