Tes Kemampuan Akademik (TKA) jadi sarana objektif untuk mengenali keragaman kemampuan siswa. Demikian dikatakan oleh Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen) Atip Latipulhayat.
“Sejatinya, tidak ada siswa yang bodoh, yang ada adalah siswa yang memiliki keragaman kemampuan akademik,” ungkap Wamen Atip dalam keterangannya seperti dikutip Basra, Jumat (19/9).
Wamendikdasmen mengungkapkan, stigma yang sering muncul ketika siswa mendengar kata ujian sehingga memicu rasa cemas pada siswa.
“Banyak di antara mereka yang merasa tertekan karena ujian dianggap sebagai penentu keberhasilan belajar, bahkan kadang sebagai penentu masa depan. Tekanan ini membuat murid mengalami gejala stres, seperti sulit tidur, berkurangnya konsentrasi, dan cepat merasa lelah,” jelasnya.
“Jangan takut, TKA bukan tentang lulus atau tidak lulus, tapi akan menjadi salah satu sarana untuk melihat keunggulan/potensi kalian berada demi mewujudkan pendidikan bermutu untuk semua,” tutur Atip.
Sementara itu Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Toni Toharudin, dalam laporannya menyampaikan Tes Kemampuan Akademik (TKA) berperan sebagai alat verifikasi untuk memastikan konsistensi antara capaian rapor dan kemampuan aktual siswa.
“Selain itu, manfaat mengikuti TKA sebagaimana ditegaskan oleh Wamen Atip, selain sebagai sarana identifikasi kekuatan dan kelemahan siswa, TKA menjadi sertifikat resmi yang dapat dipakai untuk seleksi pendidikan lebih tinggi, serta memberikan gambaran posisi murid dalam peta akademik nasional,” tutur Toni.
Toni melanjutkan, dengan mengikuti program TKA akan terwujud seleksi nasional yang lebih adil dan meritokratis.
“Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) mendorong TKA dapat menjadi jembatan menuju sistem pendidikan yang setara, berintegritas, dan memperkuat murid siap menghadapi tantangan masa depan,” pesannya.
Ada lTKA untuk jenjang SMA/SMK digelar pada 1-9 November 2025, sementara untuk jenjang SD dan SMP akan dilaksanakan pada Maret–April 2026. Jadwal ini berlaku secara bertahap sebagai pengganti Ujian Nasional (UN) yang sudah dihapus.