
TUNJANGAN rumah untuk anggota DPRD Banyumas, Jawa Tengah, yang mencapai puluhan juta mendapat tanggapan kritis dari akademisi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto. Pakar kebijakan publik yang juga Dekan Fisip Unsoed Prof Slamet Rosyadi menekankan pentingnya transparansi dari Pemkab Banyumas terkait penetapan tunjangan yang dinilai publik terlalu besar.
“Pemerintah daerah harus terbuka menjelaskan dari mana formula itu berasal, kenapa bisa muncul angka seperti itu,” ujar Slamet di Purwokerto, Jumat (19/9).
Menurut Slamet, penjelasan yang rinci mengenai komponen biaya akan membantu masyarakat memahami dasar penetapan tunjangan yang diatur dalam Peraturan Bupati Banyumas Nomor 9 Tahun 2024 tentang Perubahan Kelima atas Perbup Nomor 66 Tahun 2017 mengenai Hak Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD. Tanpa transparansi, lanjut dia, publik berpotensi memiliki persepsi negatif. Hal itu diperkuat dengan nominal tunjangan yang cukup besar, yakni Rp42,6 juta per bulan untuk Ketua DPRD, Rp34,6 juta untuk Wakil Ketua, dan Rp23,6 juta per bulan untuk anggota.
“Jumlah itu tergolong sangat besar untuk standar biaya hidup di Banyumas. Masyarakat bisa bertanya-tanya, ini untuk tinggal di rumah mewah atau seperti apa,” ungkapnya.
Slamet menilai pejabat publik semestinya menunjukkan empati dengan menerapkan pola hidup sederhana. “Tanpa pemaparan yang jelas, tunjangan sebesar itu akan melekat dengan citra kemewahan. Kuncinya transparansi, bagaimana formulasi itu bisa muncul,” tegasnya.
Sementara itu, pakar hukum pidana Unsoed, Prof Hibnu Nugroho, menilai besaran yang tidak wajar berpotensi mengarah pada praktik penggelembungan harga atau mark up. “Asas kepatutan dan kelaikan harus jadi dasar. Kalau appraisal tidak sesuai kualifikasi, ya bisa dipermasalahkan,” kata Hibnu.
Ia mencontohkan, jika di daerah lain tunjangan perumahan berbeda tanpa dasar pembanding yang jelas, maka itu keliru baik dari sisi hukum maupun etika pengelolaan keuangan negara.
“Asas kepatutan itu wajib ada. Penetapan harus sesuai kondisi daerah,” tuturnya.
Sementara itu, Bupati Banyumas Sadewo Tri Lastiono menyatakan masih menunggu perkembangan dan akan membahas bersama DPRD terkait kemungkinan kajian ulang atas nilai tunjangan perumahan tersebut.
“Saya tidak bisa serta merta menurunkan besaran tunjangan tanpa mekanisme. Bola sekarang ada di Dewan, nanti kita diskusikan bersama. Yang jelas, mekanismenya harus sesuai aturan,” kata Sadewo.
Ia menambahkan, peraturan bupati yang menetapkan besaran tunjangan itu dibuat sebelum dirinya menjabat, tepatnya pada masa Penjabat Bupati Hanung Cahyo Saputro.(M-2)