DUA tahun sejak agresi brutal bertajuk Tufanul Aqsa, Gaza belum lepas dari kehancuran. Genosida masih terjadi di depan mata dunia. Meski istilah gencatan senjata terus dikampanyekan, faktanya bom masih mengguncang langit Gaza, rumah sakit hancur, anak-anak dibunuh, dan bantuan kemanusiaan diblokade secara sistematis.
Amerika Serikat tetap menjadi pemasok utama senjata dan pembela politik Israel. Sementara itu, lembaga-lembaga internasional seperti PBB dan ILO gagal menjalankan mandat kemanusiaannya, memilih diam di tengah tragedi, dan dengan itu, menjadi bagian dari kejahatan.
Hari ini, Selasa (7/10), sebagai bentuk perlawanan moral dan solidaritas sesama manusia, Perhimpunan Pekerja Indonesia (PPI) bersama Federasi Serikat Pengemudi Daring (PEED), serta elemen Aliansi Aksi Sejuta Buruh (AASB) menggelar Aksi Damai dan Reflektif sejak pukul 14.00 WIB di Patung Kuda, Jakarta Longmarch menuju Kedutaan Besar Amerika Serikat
Aksi tersebut aksi politik murahan. Ini adalah pernyataan nurani dari mereka yang paling memahami arti ditindas, buruh dan pekerja jalanan Indonesia. Di saat dunia bungkam, suara dari jalanan Jakarta menyuarakan apa yang seharusnya menjadi jeritan semua manusia yang waras: Hentikan genosida di Gaza sekarang juga.
“Kami bukan diplomat. Kami bukan elite. Kami hanyalah buruh dan pengemudi yang tahu bagaimana rasanya ditindas dan dikorbankan. Dan karena itu, kami tidak bisa diam. Gaza adalah luka kita semua," ujar Ketua Umum Perhimpunan Pekerja Indonesia (PPI) Ricardo Lumalessil dalam keterangannya, Selasa.
“Kami kecewa pada PBB. Kami kecewa pada ILO. Dunia internasional tidak bisa terus menonton pembantaian ini tanpa bertindak. Diam adalah bentuk keterlibatan," sambungnya.
Jika lembaga global bisu, maka suara rakyat pekerja akan menggema. Ricardo menegaskan, pihaknya tidak akan tinggal diam ketika anak-anak dibunuh dan dunia memilih melupakan.
“Ini bukan soal politik. Ini soal nyawa manusia. Soal keberpihakan pada yang tertindas. Dan kami memilih berdiri bersama Palestina," ucapnya.
Lima tuntutan buruh dan ojol untuk keadilan kemanusiaan:
1. Hentikan seluruh bentuk genosida dan agresi militer Israel terhadap rakyat Palestina.
2. Desak PBB untuk bertindak konkret, bukan sekadar kecaman simbolik.
3. Tuntut ILO dan seluruh serikat buruh dunia untuk bersolidaritas dan menyelamatkan rakyat serta pekerja Palestina.
4. Jatuhkan sanksi internasional terhadap Benjamin Netanyahu dan negara teroris Israel atas kejahatan perang.
5. Buka akses bantuan kemanusiaan tanpa syarat, tanpa blokade, dan tanpa intervensi militer.
Ketika lembaga internasional tak lagi punya nyali, ketika negara-negara besar malah membela penjajah, suara rakyat jelata dari jalanan Jakarta berdiri sebagai benteng terakhir nurani kemanusiaan.
“Kami bukan ingin jadi pahlawan. Kami hanya tidak ingin jadi penonton dalam tragedi genosida yang dibiarkan dunia. Solidaritas adalah kewajiban, bukan pilihan," tegas Ricardo. (E-4)