
ALIANSI Perempuan Indonesia menilai program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang seharusnya menjamin hak anak atas gizi, kesehatan, dan kesejahteraan, justru menimbulkan bahaya serius karena lemahnya perencanaan, pengawasan, dan standar pelaksanaan di lapangan.
Meski Presiden RI Prabowo Subianto telah memanggil sejumlah menteri dan pemerintah telah mengeluarkan Surat Edaran tentang Percepatan Penerbitan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) untuk Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) pada Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Namun Aliansi Perempuan Indonesia berposisi bahwa Program MBG ini harus dihentikan, bukan disempurnakan. Mereka menilai, kebijakan MBG terlalu dipaksakan dan terkesan terburu-buru dijalankan tanpa kesiapan infrastruktur, tenaga pendukung, dan sistem pengawasan mutu yang memadai.
Akibatnya, anak-anak yang seharusnya dilindungi, malah menjadi korban kebijakan yang ceroboh. Anak-anak juga menjadi direnggut haknya untuk belajar dengan aman dan nyaman seperti biasanya.
Berdasarkan temuan Aliansi Perempuan Indonesia, terdapat banyak menu MBG jauh dari standar makanan bergizi. Alih-alih menyediakan pangan lokal bergizi, MBG justru menyediakan menu burger hingga spaghetti atau makanan olahan lainnya yang jauh dari kata sehat atau bergizi.
Aktivis dari Perempuan Mahardhika, Mutiara Ika mengatakan meski BGN telah berdalih menu itu disajikan supaya anak-anak tidak bosan. Dalih ini justru menandakan bahwa penyelenggara MBG tidak peduli, abai dan ceroboh dalam memenuhi gizi anak-anak.
"MBG sudah tidak berfokus pada pemenuhan gizi anak dengan disajikannya makan-makanan nir gizi dan bahkan beracun," kata Ika, Rabu (8/10).
Tidak sampai di situ, dalam paket MBG yang dibagikan pihak sekolah ke orang tua murid usai pengambilan rapor siswa di Tangerang Selatan pada bulan Juni silam, membuat makanan rendah gizi dan sarat gula seperti makanan kering, di antaranya biskuit.
Selain biskuit, tersedia juga roti cokelat dan satu kotak susu cokelat kemasan dan satu saset minuman sereal rasa vanila, empat snack kentang, dan tiga kacang atom, satu kacang kulit.
Ada pula buah-buahan seperti tiga buah jeruk dan satu buah pisang.
Temuan terkait rendahnya gizi menu MBG mengundang polemik dan saling lempar tanggung jawab antara Badan Gizi Nasional hingga Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
"Sementara, pemerintah daerah setempat mengeluhkan ketiadaan koordinasi antara pelaksana MBG dengan perangkat pemerintah daerah setempat. Sehingga, ketika keracunan melanda, pemerintah daerah mengaku kesulitan menangani dengan sigap,' ujar dia.
Selain itu, mekanisme penyelenggaraan MBG dinilai tidak transparan dan tertutup sehingga pemerintah Daerah kesulitan berkoordinasi. Mekanisme yang tidak akuntabel ini memperparah kondisi darurat keracunan MBG di berbagai tempat. (H-3)