
RENCANA pemerintah menambah kadar etanol dalam bahan bakar kendaraan karena dinilai dapat menurunkan emisi karbon. Namun ternyata, hal itu juga dapat berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap performa dan daya tahan mesin.
Pengamat otomotif Bebin Djuana menjelaskan bahwa sifat etanol yang higroskopis, yakni mudah mengikat air dari udara, dapat menimbulkan masalah serius pada sistem bahan bakar kendaraan.
"Betul, etanol bersifat higroskopis (mengikat air). Makin banyak etanol, makin tinggi pula jumlah air di dalam bahan bakar. Jika air terbawa ke mesin, bisa timbul kerusakan karena injektor tidak dirancang untuk adanya kehadiran air dalam kinerjanya,” kata Bebin saat dihubungi, Rabu (8/10).
Selain itu, Bebin menambahkan bahwa energi yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar bercampur etanol lebih rendah dibanding bensin murni, sehingga performa kendaraan bisa ikut menurun.
"Energi yang rendah dihasilkan oleh pembakaran etanol," ucapnya.
Meski demikian, pemerintah tetap memiliki kewenangan untuk menetapkan kebijakan terkait campuran etanol dalam bahan bakar, dengan alasan pengurangan emisi karbon dan ketergantungan pada energi fosil. Namun, menurut Bebin, implikasi terhadap konsumen tetap perlu diperhatikan.
"Pemerintah berhak membuat aturan, apapun alasannya. Karena bensin dikurangi 10% dan digantikan etanol, tentu saja emisi karbon turun. Tapi energi yang turun dan kemungkinan rusaknya mesin tetap menjadi tanggungan masyarakat, sementara harga tidak diturunkan," ungkapnya.
Ia pun meminta agar pemerintah dapat melihat dampak teknis terhadap kendaraan dan biaya perawatan bila rencana pencampuran etanol ke bensin dilaksanakan. Menurutnya, perlu dikaji lebih jauh agar manfaat lingkungan tidak mengorbankan ketahanan mesin dan beban pengguna kendaraan.(H-2)