PENELITI Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor menjelaskan beberapa faktor yang melatarbelakangi dualisme kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan atau PPP setelah Muktamar ke-10 di kawasan Ancol, Jakarta Utara, pada Sabtu, 27 September 2025. Agus Suparmanto maupun Muhamad Mardiono sama-sama mengklaim kemenangan sebagai Ketua Umum PPP.
Firman mengatakan partai berlambang Ka'bah itu sudah lama kehilangan tokoh pemersatu yang benar-benar karismatik dan dihormati oleh semua pihak. Bagi Firman, peran tokoh karismatik penting dalam mengelola soliditas partai. Hilangnya tokoh pemersatu dapat mengarah pada faksionalisasi.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
"Kader akhirnya tidak merasa segan untuk melakukan manuver politik yang tidak lazim, bahkan mempertontonkan pertikaian dengan seronok, tanpa ada sosok yang bisa meredamnya," kata Firman dalam keterangan tertulis, Sabtu, 4 Oktober 2025.
Firman mengatakan PPP dari sejarahnya merupakan federasi yang terdiri dari beragam kelompok dan organisasi masyarakat berpengaruh. Kelompok itu sarat dengan kepentingan yang beragam. Namun keberadaan tokoh-tokoh nasional karismatis dan pemersatu, seperti mendiang Ismail Hasan Metareum dan Hamzah Haz mampu merekatkan dan menyolidkan partai ini. Namun, tokoh pemersatu itu tidak ada.
Hilangnya tokoh pemersatu ini dipersulit dengan model kepemimpinan yang kurang dapat merangkul. Apalagi, kata Firman, para pimpinan belakangan hari yang muncul merupakan hasil kompromi para elite. Situasi ini membuat turbulensi cenderung semakin kuat dan meluas.
"Pimpinan seolah kehilangan akal untuk dapat mengantisipasi berbagai potensi yang dapat memperkeruh situasi internal partai. Upaya untuk merangkul semua kalangan menjadi kaku dan dan akhirnya mentah dan berujung pada faksionalisasi," ujar Firman.
Selain itu, Firman mengatakan, situasi PPP diperburuk dengan kaderisasi yang lemah. Kajian mengenai Indeks Pelembagaan Partai Politik (IIPP) di Indonesia yang dilakukan oleh Tim Partai Politik BRIN 2024 menunjukan bahwa kaderisasi dalam PPP termasuk yang problematik. Keadaan ini berdampak salah satunya pada konflik internal terutama akibat ketidakdisplinan dalam memahami aturan main partai.
Menurut Firman, lemahnya pelaksanaan kadersasi juga menyebabkan seseorang yang tidak pernah mengikuti pengkaderan yang panjang dan disiplin dapat memimpin partai tersebut. Firman mengatakan keadaan ini merupakan sebuah fenomena baru di partai yang semakin menunjukan lemahnya penghargaan atas kaderisasi di mata sebagian kalangan dalam PPP.
"Padahal korelasi antara kaderisasi dan kelayakan memimpin partai dapat membawa soliditas karena adanya rasa puas dan adil bagi kader-kader yang lain," ujar dia.
Sekjen PPP Taj Yasin Maimoen mendaftarkan kepengurusan kubu Ketua Umum Agus Suparmanto ke Kementerian Hukum, di Jakarta, 1 Oktober 2025. Tempo/Dian Rahma
Firman menilai ideologi juga tidak mampu menyatukan kader-kader partai. Keadaan ini menandakan semakin kuatnya pendekatan pragmatisme dalam PPP. Bagi Firman, ideologi Islam seharusnya dapat mempersatukan situasi partai yang sulit dan mendapatkan tekanan karena gagal lolos dalam parlemen. Namun, saat ini kader justru bertikai karena persoalan itu.
"Pragmatisme juga akhirnya menjadi bumerang bagi soliditas partai ini karena loyalitas lebih didasarkan pada hal-hal di luar ideologis yang melatih kader menjadi oportunis dan mendahulukan kepentingan jangka pendekanya," ujar dia.
Firman menyarankan siapa pun yang nanti memimpin PPP harus segera melakukan pelembagaan partai yang memadai. Pelembagaan itu termasuk upaya untuk melakukan ideologisasi dan kaderisasi.
"Sekaligus lebih menghargai aturan main guna akhirnya menumbuhkan kepercayaan di seluruh kader," ujar dia.
Pertentangan elite PPP disebabkan kegagalan partai dalam pemilihan umum 2024. Upaya partai berlogo Ka’bah ke Senayan kandas karena tidak memenuhi parliamentary threshold atau ambang batas parlemen sebesar 4 persen. PPP tidak lolos untuk pertama kalinya ke Dewan Perwakilan Rakyat, sejak partai ini berdiri pada 1973.
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas telah mengesahkan kepengurusan PPP kubu Mardiono. Supratman mengatakan pihak Mardiono mendaftarkan kepengurusannya pada Selasa, 30 September 2025. Politikus Partai Gerindra itu menandatangani berkas pengesahan itu sehari setelahnya, pada Rabu, 1 Oktober 2025.
Pengesahan kepengurusan Mardiono berdasarkan penelitian Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum. Supratman mengatakan Kementerian Hukum mengacu pada anggaran dasar dan anggaran rumah tangga muktamar kesembilan PPP di Makassar pada 2020. Ketentuan pemilihan calon Ketua Umum PPP berdasarkan muktamar ke-9 itu tetap dan tidak berubah.
Sore harinya, kubu Agus Suparmanto baru mendaftarkan kepengurusan. "Intinya surat keputusan Menteri Hukum tentang pengesahan kepengurusan hasil Muktamar ke-10 itu sudah saya tandatangani kemarin," kata Supratman di kompleks DPR, Senayan, Jakarta, pada Kamis, 2 Oktober 2025.
Daniel A Fajri berkontribusi dalam tulisan ini