
SEKTOR pertambangan masih menjadi salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Kontribusinya terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional mencapai 12% dengan nilai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) minerba sebesar Rp140,5 triliun pada 2024.
Selain itu, industri ini juga menyerap lebih dari 310.000 tenaga kerja di seluruh negeri. Namun, di balik kontribusi ekonomi yang besar, sektor ini masih dihadapkan pada berbagai tantangan serius, terutama terkait keberlanjutan lingkungan.
Data menunjukkan bahwa emisi karbon dari kegiatan pertambangan masih tinggi, yakni sekitar 30 juta ton CO2 dari batubara dan 15 juta ton CO2 dari nikel setiap tahun.
Di sisi lain, reklamasi pascatambang baru mencapai 7.920 hektare pada 2023, angka yang menunjukkan masih terbatasnya pemulihan lingkungan dibanding luas area tambang aktif.
Kondisi ini mendorong kebutuhan akan transformasi besar melalui penerapan Good Mining Practices (GMP), hilirisasi mineral strategis, adopsi teknologi hijau, serta tata kelola yang lebih transparan dan akuntabel.
Pemerintah telah menargetkan penurunan emisi sebesar 29% pada 2030 sebagai bagian dari komitmen nasional terhadap agenda pembangunan berkelanjutan.
Target tersebut hanya dapat dicapai jika seluruh pemangku kepentingan, mulai dari pelaku industri hingga lembaga akademik, terlibat aktif dalam menciptakan praktik pertambangan yang bertanggung jawab.
Transformasi menuju sustainable mining menjadi langkah penting untuk menyeimbangkan kepentingan ekonomi dan kelestarian lingkungan.
Sebagai bagian dari upaya memperkuat literasi publik tentang pertambangan berkelanjutan, PT Vale Indonesia Tbk bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) dan didukung oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (KESDM) menggelar talkshow bertajuk “Sustainable Mining for The Future” pada 1 Oktober 2025 di Yogyakarta.
Acara ini mengusung tema “Building a Young Generation for Sustainable Mining through Innovation, Collaboration, and Good Mining Practices” sebagai bentuk ajakan bagi generasi muda untuk memahami dan berperan dalam transformasi industri ini.
Kegiatan tersebut dibuka oleh Direktur Kemitraan dan Relasi Global UGM Prof. Dr. Puji Astuti, S.Si., M.Sc., Apt, yang menegaskan pentingnya peran perguruan tinggi dalam mendukung penerapan prinsip ESG (Environmental, Social, and Governance) di sektor pertambangan.
Forum ini menghadirkan narasumber dari berbagai latar belakang, termasuk Bernardus Irmanto selaku CEO PT Vale Indonesia Tbk, Lilik Kurniawan dari Kementerian ESDM, serta Dr.Eng. Ir. Lucas Donny Setijadji dari Departemen Teknik Geologi UGM.
Dalam sesi diskusi, para narasumber menyoroti pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam memperkuat implementasi praktik pertambangan berkelanjutan. Pemerintah menekankan perlunya sistem informasi terbuka dan kebijakan One Map Policy untuk memastikan transparansi dan akurasi data wilayah tambang di seluruh Indonesia.
Sementara kalangan akademisi menilai bahwa penelitian dan inovasi di bidang teknologi hijau akan menjadi faktor penentu dalam mewujudkan industri yang lebih efisien dan ramah lingkungan.
CEO PT Vale Indonesia Tbk, Bernardus Irmanto, menegaskan bahwa pertambangan masa depan tidak boleh lagi sekadar berorientasi pada eksploitasi sumber daya.
“Pertambangan tidak boleh lagi sekadar soal menggali dan mengambil. Industri ini harus dilandasi semangat keberlanjutan dan tanggung jawab jangka panjang,” ujarnya.
Melalui forum ini, PT Vale Indonesia berharap dapat mendorong lahirnya ide dan kolaborasi baru antara akademisi, industri, dan pemerintah.
"Kami di PT Vale berkomitmen untuk menjadi bagian dari transformasi masa depan yang lebih baik, melalui produksi rendah emisi, pengelolaan lahan dan air yang berkelanjutan, serta pemberdayaan masyarakat lokal,” tambah Bernardus Irmanto. (Z-1)