Liputan6.com, Jakarta - Arus digitalisasi membawa tantangan besar pada kestabilan kondisi mental, khususnya bagi remaja di Indonesia. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, terdapat sebanyak 29 persen remaja dengan rentang umur 10 hingga 19 tahun mengalami gejala gangguan kesehatan mental.
Kepala Suku Dinas Jakarta Timur, dr. Herwin Meifendy mengungkapkan bahwa di Jakarta sendiri jumlah penduduk yang mengalami gejala kesehatan mental tidak sedikit,"Sekitar 5,91 persen penduduk DKI Jakarta mengalami depresi, dan sebanyak 0,44 persen ingin mengakhiri hidupnya."
Hal ini disampaikan Herwin dalam konferensi pers “Healthy Me Fest 2025” yang diselenggarakan pada Sabtu, 2 Agustus 2025.
Vice President Sales Marketing PT Indomobil Edukasi Utama, Rachel Setyadi, mengatakan, digitalisasi memiliki keterkaritan erat dengan kesehatan mental remaja masa kini.
Seperti pisau bermata dua, teknologi digital ini bisa menjadi alat untuk memberdayakan, tetapi di sisi lain ini juga dapat memperburuk kesehatan mental jika digunakan secara berlebihan.
"Social media exposure ini membuat masyarakat atau anak-anak muda itu rentan terhadap kesehatan mentalnya," katanya.
Miris! Interaksi Orang Tua dan Anak Hanya 30 Menit
Generasi Z dan generasi Alpha merupakan kelompok yang tumbuh berasama dengan internet di kesehariannya.
Namun, kedua generasi ini juga menjadi kelompok paling parah terpapar tekanan sosial, cyberbullying, dan kecanduan pada layar perangkat elektronik. Namun, sayangnya hingga kini belum ada upaya sistemik untuk mengatasi ini.
Pemegang program Jiwa Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur, Asri Hendrasari, mengatakan, kecanduan gawai ini juga disebabkan karena kurangnya ikatan emosional antara orang tua dan anak, hal ini dia temukan dalam wawancaranya bersama guru dan kepala sekolah.
"Dalam satu minggu itu mereka cuma bisa berkomunikasi itu selama 30 menit. Selebihnya orang tua dengan anak-anaknya sibuk dengan gadget-nya masing-masing," kata Asri
Menurut Asri, banyak remaja di jakarta yang sering datang ke layanan kesehatan dengan keluhan fisik umum yang sebenarnya penyebabnya ada persoalan psikis.
"Banyak sekali mereka yang awalnya mengeluh, pusing, batuk pilek. Ternyata begitu digali oleh nakes kami yang berada di puskesmas, mempunyai permasalahan dengan kesehatan mentalnya," katanya.
Program Ada, Tapi Masih Belum Merata
Herwin, mengungkapkan, saat ini Jakarta telah memiliki program untuk kesehatan mental yang dinamakan dengan telekonsulati. Telekonsultasi ini telah diluncurkan pada bulan Mei dan bisa diakses oleh siapa saja hingga kelompok usia lansia.
"DKI Jakarta dalam hal ini pemerintah telah menyediakan sarana-sarana untuk konsultasi kesehatan jiwa. Jadi, kami sampaikan agar masyarakat yang membutuhkan kesehatan jiwa untuk berani bicara, jangan pernah bersendiri dan silahkan untuk konsultasi ke ahlinya, jangan sampai konsultasi ke orang yang salah," kata Herwin.
Asri juga menambahkan bahwa terdapat upaya dari pemerintah lain dalam mengatasi kesehatan mental remaja. Upaya ini dilakukan dengan pendekatan edukasi ke sekolah SMP dan SMA.
"Kami turun-turun ke sekolah untuk melakukan screening kesehatan jiwa ke setiap anak sekolah yang berusia di atas 15 tahun, kami juga turut melibatkan guru-guru di SMP dan SMA serta mengundang guru-guru BK untuk hadir dan berkontribusi pada kegiatan kami di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur dimana saat itu kami melakukan kegiatan yaitu peningkatan wawasan psikoedukasi," kata Asri.
Pemerintah memang telah menjalankan sejumlah program, seperti penyuluhan dan pembetukan poli Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) di puskesmas. Namun, belum ada sistem terpadu yang menjamin setiap siswa mendapat pendampingan.
Swasta Ikut Bantu Atasi
Menurut Herwin, saat ini tantangan terkait penanganan masalah kesehatan berada di akesesibilitas, peredaran informasi salah, dan stigma negatif yang masih melekat.
Healthy Me Fest 2025, hasil inisiasi Volvo Group dan mitra lainnya, hadir sebagai sebuah ruang bagi remaja untuk lebih mengenal dengan kesehatan mental mereka.
Program ini hadir membuktikan adanya urgensi masalah kesehatan mental pada remaja, sehingga pihak swasta ikut terdorong untuk bantu atasi masalah ini.
"Diharapkan dengan adanya workshop ini bisa memberikan suatu masukan dan juga hal-hal yang bisa dilaksanakan untuk mengantisipasi dampak-dampak negatif dari penggunaan media digital," kata Country Manager for Volvo Buses Indonesia, Harry Iskandar.
Sebagai salah satu mitra program ini, COO PT Indotruck Utama, Eka Lovyan, mengatakan, semakin banyak program seperti Health Me Fest 2025 ini dilakukan akan semakin membantu para korban masalah mental.
"Karena juga kami yakin bahwa korban dalam tanda kutip yang terkait dengan masalah mental health, terutama di Gen z, anak-anak muda itu sangat banyak. Sehingga korporasi, pemerintah, universitas, lembaga LSM, kalaupun melakukan pasi masih belum cukup," ujar Eka.