Liputan6.com, Jakarta - Di perayaan Pekan Menyusui Sedunia 1 s.d 7 Agustus 2025, Dokter Spesialis Anak RSIA Bunda, Jakarta, dr. I Gusti Ayu Nyoman Partiwi, Sp.A, MARS mengatakan bahwa pemilihan bra yang nyaman dengan ukuran yang sesuai sangat direkomendasikan bagi perempuan, terutama ibu menyusui (busui).
Dokter yang akrab disapa Tiwi ini mengingatkan agar para busui menghindari penggunaan bra yang terlalu ketat. "Karena kalau terlalu ketat, kadang-kadang ia jadi ada bendungan (air susu ibu/ASI) biasanya, ya," kata dr. Tiwi menjawab pertanyaan Health Liputan6.com dalam Bunda Parenting Convention Celebrating World Breastfeeding Week di Jakarta Pusat pada Sabtu, 2 Agustus 2025.
Selain bra, pakaian ibu menyusui juga tak boleh terlalu ketat. "Pakaian-pakaian yang terlalu ketat juga tidak disarankan ya," tambahnya.
Kalau begitu apakah ibu menyusui lebih baik tidak mengenakan bra ketimbang memakainya? "Tentu saja lebih baik memakai bra," kata dr. Tiwi.
Lebih lanjut, dr. Tiwi, mengatakan,"Kita tahu ya kalau ibu menyusui itu payudaranya besar. Kalau dia tidak disangga dengan baik, salah satu yang ditakutkan adalah bentuk payudara menjadi tidak baik. Karena kan payudara itu menempel di otot dan harus disangga."
Oleh sebab itu, ibu menyusui sangat dianjurkan mengenakan bra.
Feeding rules perlu diterapkan sebagai aturan dasar yang dirancang oleh IDAI terkait cara pemberian makan yang benar pada anak setelah lepas dari masa ASI eksklusif.
Tantangan Ibu Bekerja dalam Menyusui
Dalam kesempatan yang sama, President Director PT Bundamedik Tbk., Agus Heru Darjono, menjelaskan, support system (sistem dukungan) bagi ibu menyusui dari keluarga, teman, lingkungan kerja hingga tenaga kesehatan sangatlah penting. Tujuannya, agar Ibu dapat memberikan ASI secara optimal.
Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) tahun 2023 mencatat lebih dari 60 persen ibu bekerja mengalami kesulitan mempertahankan pemberian ASI setelah kembali bekerja. Terutama akibat tidak tersedianya ruang laktasi di tempat kerja.
Temuan Health Collaborative Center (HCC) juga menunjukkan bahwa ibu bekerja yang tidak memiliki akses ruang laktasi berisiko lebih tinggi memiliki anak dengan malanutrisi
"BMHS percaya bahwa dukungan nyata bagi Ibu menyusui, baik dari keluarga, lingkungan kerja, maupun tenaga kesehatan adalah fondasi penting dalam memastikan tumbuh kembang optimal anak di masa depan," kata Agus.
Akses Ruang Laktasi Bantu Pemberian ASI Eksklusif
Berdasarkan hasil studi, ibu dengan akses ruang laktasi lebih mampu mempertahankan pemberian ASI eksklusif.
Sebaliknya, anak dari Ibu tanpa akses ruang laktasi memiliki risiko empat kali lebih tinggi mengalami malnutrisi. Sementara, 88,3 persen ibu pengguna ruang laktasi melaporkan produksi ASI yang mencukupi kebutuhan anak mereka.
"Penyediaan ruang laktasi di tempat kerja bukan hanya berkaitan dengan kenyamanan ibu menyusui, melainkan juga menyangkut hak anak untuk mendapatkan nutrisi terbaik," ujar Chief of Medical, Nursing & Quality Officer PT Bundamedik Tbk., dr. Elizabeth M. H.Kes.
Dia, menambahkan, ASI sendiri telah diakui sebagai nutrisi sempurna yang juga membentuk ikatan emosional kuat antara ibu dan anak.
Sehingga, berpengaruh besar terhadap kesehatan fisik, perkembangan emosional, dan kecerdasan anak di masa depan.
ASI Eksklusif adalah Kebutuhan Dasar Setiap Anak
dr. Tiwi, menambahkan, ASI eksklusif selama 6 bulan bukanlah pilihan, tapi kebutuhan dasar setiap anak.
"ASI adalah nutrisi sempurna, perlindungan alami, dan jembatan penting dalam membangun ikatan (bonding) antara ibu dan anak. Bonding yang kuat sejak awal kehidupan terbukti menjadi fondasi penting bagi perkembangan emosional, kecerdasan, dan kesehatan jangka panjang," katanya.
"Ketika kita mendukung ibu untuk menyusui, ini berarti kita sedang membangun generasi yang lebih sehat, cerdas, dan berdaya --- menuju terwujudnya Generasi Emas Indonesia," tambahnya.
Keberhasilan menyusui tidak hanya tanggung jawab Ibu saja melainkan diperlukan support system yang kuat, dari keluarga, tenaga kesehatan, hingga lingkungan kerja, agar ibu dapat menyusui secara optimal.
"Pemerintah menjamin hak Ibu menyusui melalui UU No. 4/2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak. Maka diperlukan langkah dan kolaborasi nyata untuk membangun sistem dukungan yang kuat dan berkelanjutan," katanya.
Sistem dukungan ini perlu dimulai dari kebijakan, layanan kesehatan, hingga dukungan di komunitas dan tempat kerja.
Sebab, ini adalah cara yang efektif untuk dapat menjadikan menyusui menjadi norma yang didukung dan dilestarikan secara global.
Tidak hanya pasca persalinan, keberhasilan menyusui juga perlu dipersiapkan sejak masa kehamilan melalui layanan Antenatal Care (ANC) yang menyeluruh dan komprehensif.
Untuk itu, peran dokter spesialis obstetri dan ginekologi sangat strategis dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan, termasuk dalam mempersiapkan ibu untuk menyusui sejak masa kehamilan.