Liputan6.com, Jakarta Ketika bermain di level terbaiknya, tak banyak tim papan atas dunia yang bisa menahan PSG. Inter Miami, apalagi, hanya menjadi penonton dalam pertunjukan mewah sang juara Eropa di Atlanta.
PSG tampil dominan untuk menggulung Inter Miami dengan skor telak 4-0 dalam duel 16 besar Piala Dunia Antarklub 2025. Pasukan Luis Enrique bahkan sudah unggul saat laga baru berjalan enam menit.
Gol kedua PSG, hasil dari kerja sama antara Fabian Ruiz dan Joao Neves, menunjukkan bahwa Messi dan kawan-kawan tak punya solusi untuk menahan gerakan secepat dan sekompleks itu.
Inter Miami terlihat seperti tim yang dibangun di sekitar satu sosok besar, tanpa struktur kolektif untuk bertahan atau menyerang bersama. Bayangan akan PSG di masa lalu pun sempat menyeruak – saat tim dibentuk untuk memanjakan satu pemain besar, tapi tak tahu harus berbuat apa tanpa bola.
Messi Masih Mempesona, Tapi Inter Miami Tak Seimbang
Inter Miami terlihat seperti Barcelona di masa senja Messi, di mana sang maestro menanggung beban serangan terlalu besar. Atau seperti PSG-nya Messi dulu, yang penuh talenta tapi lemah sebagai tim. Bukan berarti kontribusi Messi tak terasa di MLS, namun dalam skala yang lebih besar, pendekatan Inter Miami terlihat rapuh.
Alih-alih mengelilingi Messi dengan pemain yang bisa menutup kekurangannya secara fisik, manajemen justru menghadirkan rekan-rekan lamanya. Nama-nama besar seperti Jordi Alba dan Luis Suarez memang membawa nostalgia, tapi tak cukup eksplosif untuk melawan kekuatan kolektif PSG.
Mungkin jika bisa mengulang keputusan, Jorge Mas dan David Beckham akan lebih memilih mendanai reuni di Hamptons ketimbang menyusun tim yang kehilangan dinamika. Messi datang ke Miami karena gaya hidup dan tawaran besar, bukan untuk mengulang kisah sukses Barcelona.
Kilasan Kejeniusan Tak Cukup Lawan Kekuatan Modern PSG
Messi tetap menunjukkan kecemerlangan. Sebuah umpan terobosan ke Luis Suarez di babak kedua jadi bukti ia masih memiliki visi dan sentuhan yang langka. Namun, bahkan Suarez muda pun mungkin kesulitan menuntaskan peluang tersebut dalam kondisi seperti ini.
Sementara PSG menunjukkan kedisiplinan dan struktur, Inter Miami terlihat pasif dan tak siap menghadapi tekanan. Joao Neves yang mungil bebas menyundul bola di tiang jauh, mencerminkan buruknya organisasi pertahanan. Masalah ini bukan hal baru, mengingat Inter Miami kerap kebobolan dari situasi bola mati di MLS.
Melawan PSG, mereka tak bisa hanya mengandalkan momen magis. Bahkan tim-tim terbaik Messi pun akan kesulitan menghadapi Kvaratskhelia dan rekan-rekannya. Versi Inter Miami ini, dengan Messi sebagai pusat tapi tanpa pendukung yang cukup, tak pernah punya peluang.